Sriwijayamedia.com – Menindaklanjuti surat edaran tentang penolakan pengisian jabatan Wakil Bupati (Wabup) sisa masa jabatan periode 2018-2023 Muaraenim, Ormas GASS dan Projo Kabupaten Muaraenim bersama sejumlah aktivis dari berbagai elemen masyarakat mengadakan rapat internal membahas langkah yang akan ditempuh, Kamis (25/8/2022).
Diketahui, kursi jabatan Wabup Kabupaten Muaraenim telah dua tahun kosong ditinggal oleh pendahulunya yang sebelumnya naik menjadi Bupati definitif pada November 2020 dan akan berakhir pada Juni 2023 nanti.
Dalam rapat tersebut, Ormas GASS dan Projo bersama aliansinya sepakat untuk menyurati dan sekaligus berdiskusi secara langsung ke DPRD Kabupaten Muaraenim mengenai wacana yang dalam waktu dekat ini akan segera melakukan proses pemilihan langsung Wabup melalui DPRD Kabupaten Muaraenim.
Ketua Projo Muaraenim Deny Eka Chandra melalui Wakil Ketua Projo Muaraenim Endang Suparno didampingi Ketua Ormas GASS Marwin Darozi mengatakan gerakan ini murni didasari dari hati, bukan karena ada kepentingan pribadi.
Pihaknya menduga jika tidak ada pencegahan besar, kemungkinan akan terjadi gratifikasi didalamnya.
“Terus terang kami trauma dan sayang kepada para wakil rakyat, luka yang masih belum kering kemarin masih terasa begitu mendalam, tolong jangan dirobek lagi,” ungkapnya.
Selain itu, pihaknya menyarankan agar DPRD Kabupaten Muaraenim mengkaji ulang wacana tersebut karena berdasarkan surat Gubernur Sumsel Cq Sekda Provinsi melalui Surat Nomor : 132.16/2562/I/2022 tanggal 3 Agustus 2022 ditujukan Kepada (1) Pj Bupati Muara Enim dan (2) Ketua DPRD Muara Enim, karena putusan juarsah inkrach tanggal 15 Juni 2022 sesuai Surat Ketua PT Palembang, Sekda Provinsi berharap soal pilwabup untuk dikaji secara komprehenshif dan menindaklanjutinya sesuai ketentuan yang berlaku.
Dasar dikeluarannya surat ini adalah merujuk kepada Surat Menteri Dalam Negeri Cq Sekretaris Jenderal Nomor :
132.16/4202/SJ tanggal 20 Juli 2022, Perihal Penjelasan Pengisian Wakil Bupati Muara Enim Sisa Masa Jabatan Tahun 2018-2023.
“Jelas jelas Surat Kementrian Dalam Negeri tanggal 20 Juli 2022 yang ditujukan kepada Gubernur Sumsel nyata-nyata dikeluarkan setelah putusan inkracht. Secara hukum surat ini cacat prosedur dan cacat administrasi, karenanya menurut mereka hal in tidak bisa dijadikan pedoman bagi DPRD untuk melaksanakan pilwabub,” tegasnya.
Ditambahkan Marwin selaku ketua Ormas GASS, pihaknya tidak main-main dalam penolakan ini.
Dia menuturkan jika DPRD masih tetap bersikukuh dengan pendiriannya maka ribuan masa yang telah mereka siapkan dipastikan akan menduduki gedung DPRD.
“Kita sudah siapkan ribuan masa untuk melakukan aksi jika pada akhirnya Aspirasi yang kami bawa ini tidak didengarkan mereka yang notabenenya adalah Wakil Rakyat, dan ini adalah opsi terakhir dari kami,” terangnya.
Menanggapi persoalan ini, Taufik Rahman, SH., MH., mantan Sekda Muaraenim sekaligus tokoh masyarakat mengatakan terkait penolakan yang dilakukan Ormas GASS dan Projo Muaraenim adalah sah-sah saja selama mempunyai dasar dan tidak melanggar aturan hukum.
“Semua orang dalam hal ini perorangan maupun organisasi mempunyai hak untuk menyatakan pendapatnya baik tertulis maupun lisan, Semestinya DPRD selaku wakil rakyat segera merespon dan menanggapi persoalan ini, ini kan aspirasi rakyat, jika mengandung suatu kebenaran atau tidak siapapun itu yang menjadi pengambil kebijakan ya harus ditampung,” ujarnya.
Dikutip dari media Lentera Pendidikan.com., menurut Dr Firmansyah, SH., MH., sebagai praktisi hukum, DPRD maupun Eksekutif hendaklah berhati-hati dalam memproses usulan ini.
Mengingat kondisi faktual sisa jabatan wakil bupati tidak memenuhi syarat pasal 176 ayat 4 UU Pilkada. Apabila masih tetap melakukan pemilihan akan berpotensi digugat dipengadilan tata usaha negara (PTUN).
Ia menyarankan sebaiknya DPRD berkonsultasi ke kementerian Dalam Negeri atau meminta fatwa Mahkamah Agung (MA) RI untuk menafsirkan ketentuan Pasal 176 ayat (4) UU Pilkada, dengan memiliki fatwa MA, selanjutnya dapat dijadikan rujukan bagi DPRD dalam mengambil keputusan, apakah secara hukum pemilihan tersebut dapat diteruskan atau sebaliknya.
Kemudian ia menyarankan pada sisi lain perlu juga diperhatikan ketentuan Pasal 175 UU Pilkada yang menyatakan : “Apabila Bupati berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan dan sisa jabatan kurang dari 18 bulan, Menteri menetapkan Penjabat Bupati sampai dengan berakhirnya masa jabatan bupati atas usul gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Dengan mempertimbangkan masa jabatan bupati dan wakil bupati Muara Enim hasil Pemilihan tahun 2018 dimana sisa masa jabatan yang harus dilaksanakan hanya 11 bulan. (Kiki).