Jakarta, Sriwijaya Media – Lantaran hak-haknya sebagai pekerja tak dipenuhi oleh PT Bumi Hutani Lestari (BHL) beralamat di Mirah Kalamanan Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan Propinsi Kalimantan Tengah, Herianto melakukan aksi mogok makan.
“Saya bekerja di PT BHL pada tahun 2007 lalu. Sekitar 4 tahun bekerja sebagai pengairan untuk orang chemis / semprot lahan untuk mematikan rumput, saya dialihkan ke bagian pengawasan alat berat, yang diperuntukan untuk pembukaan akses jalan dan jembatan dan lain-lain,” cerita Heri, Rabu (27/7/2022).
Heri mengaku dirinya bekerja dengan baik, dan tidak pernah mendapatkan komplain dari atasan serta tidak pernah melakukan pelanggaran berakibat pada kerugian perusahaan.
Dia melanjutkan pada 2 Januari 2015, dirinya diperintahkan bekerja lebur oleh Manager Estate Mirah 04 bernama Abel Dahur sebagai operator service.
“Saya bekerja lembur untuk mengawasi alat berat yang di rental/sewa oleh PT BHL untuk perbaikan kebun dan jalan serta jembatan. Saat saya sedang mengecek pancang jembatan, saya kesenggol dan ke jepit burit alat berat excavator yang sedang memutar,” akunya.
Atas kecelakaan kerja tersebut, dirinya dibawa ke klinik dan kemudian dirujuk ke RS Doris Silvanus Palangka Raya.
Akibat kecelakaan tersebut, Heri mengalami tulang remuk dan retak pada punggung dan saat ini Heri mengalami cacat permanen.
Pasca insiden kecelakaan kerja, kata dia, dirinya mengalami tindakan diskriminatif diantaranya memaksa dirinya harus bekerja diluar dari pekerjaan semula.
“Saya harus bekerja menyapu dan membawa sampah dan dipaksa terus bekerja. Padahal kondisi kesehatan saya belum pulih. Karena pekerjaan berat yang diberikan kepada saya, akhirnya kondisi kesehatan saya memburuk. Tulang saya yang patah kembali mengalami pergeseran. Saat berobat, saya harus mengeluarkan biaya sendiri karena perusahaan tidak mau menanggung. Sedangkan upah/gaji saya setiap bulannya dikurangi,” keluhnya.
Pada tahun 2018, saat kondisi kesehatan sedang menurun karena terjadi peradangan pada luka-luka, saat itu dirinya dipaksa untuk menandatangani sebuah surat dengan janji bila menandatangani surat tersebut akan diberikan pesangon, uang penghargaan, uang jaminan kecelakaan kerja dan berstatus pensiun dini.
Namun ternyata kalau surat itu adalah berisi surat pengunduran diri.
“Saya kembali mengajukan keberatan dan menangis sejadi-jadinya memohon untuk pemenuhan hak saya. Terlebih kondisi saya yang tidak bisa bekerja seperti orang normal karena mengalami cacat permanen, namun perusahaan mengabaikan hal tersebut,” terangnya.
Kemudian, Heri bersama sang istri dan ke empat anaknya pulang ke kampung di Ciamis, Jawa Barat dan menjalani serangkaian pengobatan alternative untuk pemulihan luka-luka.
Bahwa sejak tahun 2018 hingga di tahun 2022, dirinya terus memperjuangkan pemenuhan hak-hak sebagai pekerja.
Heri percaya Kementrian Tenaga Kerja dapat memberikan jalan keluar dan solusi terbaik atas permasalahan yang dialami.
Dalam aksi mogok yang dilakukannya ini, Heri menuntut meminta Kementrian memberikan sanksi tegas kepada PT BHL atas tindakan sewenang-wenang dan melawan hukum ; mendesak agar pihak PT BHL untuk segera memberikan hak-hak dirinya sebagai pekerja diantaranya upah, jaminan kecelakaan kerja dan lainnya.
“Saya juga meminta kepada kementrian untuk mewujudkan keadilan dan memberikan perlindungan hukum kepada saya dan pekerja yang lain yang memiliki nasib sama,” jelasnya.(Santi)