Kayuagung, Sriwijaya Media – Sesuai dengan kode etik jurnalistik yakni Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Salah satunya Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
Seperti hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
Menanggapi pemberitaan menyebut oknum Kepala Desa (Kades) Darat Ahmad Kecil diduga membayar hutang menggunakan DD dibantahnya.
Menurut Kades, bahwa uang yang ia bayarkan hutang kepada pihak rentenir itu tidak memakai DD, melainkan meminjam uang dari salah satu bank.
“Soal masalah hutang piutang, waktu itu, untuk bayar hutang kepada pihak rentenir saya pinjam uang dari bank, bukan memakai uang DD,” terang Ahmad Kecil, kepada wartawan, Minggu (31/7/2022).
Dia menceritakan pernah meminjam uang kepada rentenir Tongah Dedi dengan suku bunga 30 persen per bulan untuk keperluan pribadinya dan itu pun dibayarkan tidak memakai uang negara.
“Pada tahun 2020 lalu, saya pinjam uang sebesar Rp 50 juta kepada rentenir. Saya hanya menerima Rp44 juta saja dari pinjaman tersebut dengan suku bunga 30 persen per bulan. Saya pinjam 3,5 suku emas dengan syarat mengembalikan 5 suku, karena limit waktu pembayaran terlambat sampai berlipat ganda. Suku bunga pinjam itu melebihi hutang sebelumnya sampai Rp200 juta lebih,” ungkapnya.
Ahmad menyayangkan sikap dari salah seorang rentenir yang ia anggap teman, akan tetapi terus menerus mengusik dan menggaitkan permasalahan hutang piutang.
“Hubungan saya dengan Tongah Dedi adalah teman. Saya juga menyayangkan sikapnya (Dedi) karena permasalahan hutang piutang ini telah clear, tapi masih menggaitkan permaslahan ini. Saya merasa terancam,” akunya.
Ahmad berharap dengan adanya kejadian ini menjadi pembelajaran baginya, untuk tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama terkait peminjaman uang kepada rentenir dengan suku bunga yang tinggi.
“Menjadi pembelajaran bagi saya kedepannya untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Saya juga menyayangkan jika pembayaran hutang ini dikaitkan dengan DD. Sedangkan pembagunan di desa saya sudah sesuai dengan prosedur, bisa di cek dan ditanya sama pihak inspektorat dan Dinas PMD apakah ada kekurangan volume bangunan di desa saya,” jelasnya. (jay)