Oleh :
Kepala Seksi (Kasi) Pencairan Dana
Instansi pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Batam Edy Gunawan
Implementasi UU No 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang mulai diberlakukan sejak tanggal 1 April 2022, dengan kenaikan tarif 10% menjadi 11%, memberikan dampak secara luas terhadap perekonomian nasional.
Penyesuaian tarif PPN bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara guna memperbaiki APBN yang mengalami defisit selama masa pandemi. Selain itu juga mempertimbangkan tarif PPN di Indonesia yang pada saat ini masih dinilai lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di G20 yang tarifnya berkisar 15%.
Tentu saja penerapan kenaikan PPN ini juga diharapkan tidak menambah beban masyarakat karena untuk produk-produk strategis yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat diantaranya seperti sembako, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa keuangan, jasa tenaga kerja, vaksin, buku pelajaran dan kitab suci, air bersih, listrik (dibawah 6.600 kva), jasa konstruksi rumah ibadah dan bencana nasional, mesin, hasil kelautan, perikanan, dan pertanian bebas pengenaan PPN.
Dampak lain atas kenaikan tarif PPN tersebut adalah pada kenaikan harga barang/jasa yang menjadi obyek atas paket pekerjaan pengadaan barang/jasa pemerintah baik di tingkat pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, khususnya untuk belanja barang dan belanja modal.
Nilai paket pekerjaan pengadaan barang/jasa, selain obyek pajak yang bebas PPN, adalah sebesar nilai fisik ditambah dengan PPN 10% untuk tarif lama dan 11% untuk tarif baru, sehingga apabila kenaikan tarif PPN tersebut diterapkan berdampak pada pihak rekanan penyedia barang/jasa belum selesai dalam pemenuhan paket pekerjaan yang ada. Karena harus mengadakan barang/jasa dengan harga pasar yang sudah berubah.
Namun nilai tagihan yang diajukan kepada satuan kerja pemilik paket pekerjaan masih menggunakan tarif PPN yang lama. Akibatnya terdapat selisih harga yang berpotensi menimbulkan kerugian pada pihak penyedia barang/jasa. Namun tidak semua paket pengadaan barang/jasa terdampak kenaikan tarif tersebut, untuk paket pekerjaan yang sudah selesai sebelum 1 April 2022 masih menggunakan tarif PPN 10%.
Sebagai ilustrasi sederhana terdapat paket pekerjaan pengadaan inventaris kantor senilai Rp 550 juta yang kontraknya ditandatangani pada 1 Maret 2022 dengan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan sampai dengan 15 April 2022.
Apabila pekerjaan tersebut telah selesai sebelum tanggal 1 April 2022 dan faktur pajaknya tertanggal sebelum 1 April 2022 maka atas penyelesaian pekerjaan tersebut nilai kontrak tetap menggunakan tarif PPN 10% atau nilai kontraknya tetap.
Namun apabila pekerjaan tersebut diselesaikan setelah tanggal 1 April 2022 dan faktur pajaknya tertanggal sejak tanggal 1 April 2022 maka nilai kontrak dapat diaddendum untuk penyesuaian tarif PPN dalam kontrak menjadi Rp 555 juta.
Dari sisi alokasi pagu belanja APBN, kenaikan tarif PPN ini berdampak pada kebutuhan pagu belanja yang meningkat seiring dengan kenaikan harga paket pekerjaan pengadaan barang/jasa yang didalamnya terdapat unsur PPN.
Tentu saja dengan pagu belanja yang terbatas mengakibatkan adanya pergeseran prioritas dan efisiensi dalam beberapa proyek yang dibiayai pemerintah.
Menyikapi hal demikian maka beberapa alternatif kebijakan yang bisa diambil dalam penyesuaian paket pekerjaan pengadaan barang/jasa adalah sebagai berikut :
Pertama apabila alokasi anggaran belanja masih mencukupi maka bisa dilakukan addendum kontrak berupa penambahan nilai kontrak sebesar selisih tarif PPN. Perubahan tarif PPN merupakan kejadian yang diluar jangkauan kewenangan pihak rekanan penyedia barang/jasa maupun satuan kerja pemerintah sehingga bisa diasumsikan sebagai keadaan kahar yang harus ditindaklanjuti dengan kesepakatan kedua belah pihak.
Kedua apabila alokasi anggaran tidak mencukupi dan masih dimungkinkan dilakukan optimalisasi pekerjaan dalam kontrak dengan merubah beberapa bagian pekerjaan melalui addendum kontrak berdasarkan sisa anggaran yang tersedia sehingga terjadi pengurangan nilai fisik pekerjaan untuk menambah alokasi PPN yang baru dalam nilai kontrak.
Ketiga dalam hal alokasi anggaran tidak mencukupi dan tidak memungkinkan untuk dilakukan optimalisasi pekerjaan maka satuan kerja pemerintah dapat mengusulkan tambahan alokasi dana melalui revisi anggaran baik secara internal satuan kerja berkenaan ataupun antar satuan kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Seyogyanya dengan adanya kenaikan tarif PPN yang bertujuan untuk menambah penerimaan pada kas negara dapat diimbangi dengan kenaikan pagu anggaran belanja untuk pengadaan barang/jasa pemerintah sehingga laju pertumbuhan ekonomi tidak terganggu.
Hal ini karena terdorong dengan peningkatan belanja pemerintah yang tentunya lebih kecil dibandingkan dengan penambahan penerimaan negara karena adanya penyesuaian tarif PPN tersebut sehingga defisit anggaran masih bisa berkurang.