PIM Gelar Diskusi Bertema Pancasila

IMG_20220518_185650

Jakarta, Sriwijaya Media – Perkumpulan Indonesia Muda (PIM) menggelar diskusi dengan mengangkat tema ‘Pancasila: Dahulu Kala, Saat Ini, dan Masa Depan’, di Sekretariat PIM Jalan Taman MPU Sendok No 15 Selong Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Jaksel), Rabu (18/5/2022).

Diskusi kali ini menghadirkan dua pembicara yaitu Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo dan Sekjen MPN Pemuda Pancasila Arif Rahman.

Acara yang yang dipandu DR Bayquni, Dosen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama) selaku moderator mengatakan diskusi ini merupakan wujud usaha nyata dalam membumikan Pancasila kepada komponen bangsa terpenting yaitu pemuda.

“Pemuda pada zaman ini sudah berkembang pesat dan tak sadar meninggalkan kultur, maka kegiatan diskusi ini dilakukan hingga gagasan-gagasan besar hadir dengan Platform kebangsaan yang berguna bagi masa depan bangsa,” ucapnya mengawali diskusi.

Menurut dia, ada 3 gambaran yang akan diangkat yaitu peristiwa piagam Madinah perjanjian antar suku yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW yang berisi nilai-nilai kemanusiaan yang berasal dari Tuhan demi kemaslahatan masyarakat dari latar belakang yang berbeda.

“Kedua adalah American Creed yang dibuat oleh William Taylor 3 April 1918, dimana mempercayai Amerika berdiri berdasarkan kebebasan, namun tetap mempertahankan persatuan kesatuan, ini sejalan dengan prinsip Steve Jobs, Mark Zuckenberg dan Bill Gates dimana visioner, tepat guna dan tidak berhenti berinovasi menjadi,” terangnya.

Alasan bagi mereka untuk dapat sukses di bidang masing-masing, bagaimana Pancasila dapat diejawantahkan hingga kita bisa meraih masa depan yang lebih baik.

“Agar Pancasila tidak hanya terlibat dalam diskusi-diskusi retorika namun benar benar tepat guna dalam perkembangan bangsa,” tuturnya.

Staf khusus BPIP Antonius Benny Susetyo menyatakan bahwa Soekarno mampu membawa Pancasila sebagai pemersatu bangsa.

“Namun dalam perkembangannya Pancasila juga digunakan sebagai alat represi penguasa di era Presiden kedua Soeharto, hingga terjadi trauma pada masa reformasi yang menganggap Pancasila sebagai kepanjangan tangan kesewenang-wenangan penguasa,” terangnya.

Sementara, dalam era Presiden Joko Widodo, Pancasila hendak dikembalikan menjadi kenyataan hidup berbangsa dan bernegara yaitu menjadi living and working ideology.

“Pancasila merupakan kapital kita sebagai bangsa dalam berkehidupan sehari-hari khususnya di masa ini dalam menghadapi Covid-19. Working Ideology yang dilaksanakan dibuktikan dengan kian sempitnya jurang-jurang perbedaan diantara masyarakat Indonesia seperti dalam aspek sarana prasarana hingga dikotomi Jawa dan luar Jawa tidak lagi menjadi isu karena ada usaha pemerataan pembangunan,” jelasnya.

Pelaksanaan Pancasila, masih kata dia, sebagai working ideologi tidak mudah karena kita menghadapi situasi geopolitik yang tidak menentu.

“Masyarakat terjebak dalam hoaks, narasi negatif dan rasa takut, maka habituasi dan pembiasaan nilai-nilai Pancasila harus dikembalikan dalam arus utama masyarakat hingga tujuan negara dapat dilaksanakan,” ulasnya.

Ditambahkan Benny, pemuda memiliki modal banyak dalam membumikan Pancasila. Para pemuda bisa membuat konten secara masif tentang kearifan lokal dan harus bertindak lokal dan berpikir global.

“Karena budaya daerah yang bernafaskan Pancasila dapat mengubah kemunduran-kemunduran yang terjadi akibat perkembangan zaman dan Globalisasi menjadi suatu hal yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomis namun juga dapat menjaga jati diri bangsa,” ungkapnya.

Kegagalan dalam era globalisasi ini, adalah tidak memiliki budaya literasi yang kritis dan tidak menyeleksi dan menyaring dengan baik informasi yang diterima sehingga masyarakat banyak terjebak pada nilai-nilai kebohongan yang berujung pada perpecahan.

“Para pemuda harus memiliki etos kerja baik, melihat lebih luas ke sekitar mengenai potensi potensi kedaerahan, dengan potensi tersebut. Pemuda juga harus memiliki logos atau pengetahuan digitalisasi hingga dapat memenuhi dunia dengan konten-konten bernilai Pancasila,” papar Benny.

Benny mengingatkan para pemuda harus memiliki pathos yaitu rasa empati dan membaca rasa masyarakat sekitar hingga dapat diketahui dan dilokalisir kebutuhan daerah yang dapat terjawab melalui konten konten yang akan diciptakan

“Pancasila harus menjadi Ideologi Praktis yang dapat dibuktikan dalam kebijakan pemerintahan dan politis, maka dimensi etis Pancasila harus dapat menjiwai setiap gerak masyarakat sebagai gugus insting dalam bertindak, berbuat dan membuat kebijakan

nilai-nilai pancasila harus dilaksakan secara penuh dan utuh dan menjadikan manusia Pancasila menjadi lebih baik. Bukan menjadikan pancasila sebagai alat politis semata,” ujarnya.

Sementara itu, Arif Rahman menyatakan bahwa Pancasila tidak boleh hanya bergerak jika hanya sebatas retorika, namun harus bergerak juga dalam pembuktian dalam masyarakat.

“Bangsa Indonesia harus sadar sebagai pemilik wilayah dan negara ini harus ada rasa kebersatuan, walaupun kita memiliki latar belakang yang berbeda beda kita harus bisa mempersatukan bangsa demi upaya nyata dalam membumikan Pancasila,” tegas Arif. (Irawan)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *