Jelang Aksi 21 Mei, Hal Ini Dilakukan GEBRAK

IMG_20220519_212129

Jakarta, Sriwijaya Media – Jelang aksi May Day dan Hardiknas di Jakarta, Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) menggelar konferensi pers, di Kantor LBH Jakarta, Jalan Pangeran Diponegoro No 74, Pegangsaan, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat (Jakpus), Kamis (19/5/2022).

Konferensi pers dihadiri Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos, Koordinator Advokasi Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi Nuraini, Ketua Umum Konfederasi Serikat Nasional Purwanto, Perwakilan Konsorsium Pembaharuan Agraria Joko, Perwakilan Serikat Mahasiswa Indonesia Beni, Sekjen Pusat Sekolah Mahasiswa Progresif Ahmad Maulana, dan Perwakilan LMND DN Aldi.

Nining Elitos menilai dua kali dipimpin Jokowi semakin jauh dari mandat konstitusi negara yang seharusnya menjamin segala aspek kehidupan rakyat dalam situasi beberapa tahun terakhir.

“Dalam rencana aksi 21 Mei 2022, KASBI bersama GEBRAK akan turun ke jalan untuk memperjuangkan suara rakyat, terutama masalah omnibus law yang mencekik kaum buruh, dimana pemerintah tidak memenuhi sebagaimana mestinya mensejahterakan kehidupan rakyat,” ujarnya.

Menurut Nining, rezim pemerintahan Jokowi dianggap sudah gagal dalam menjalankan tugasnya.

“Maka dari itu, kami serukan pada 21 Mei 2022 untuk cabut UU Omnibus Law, naikkan upah, turunkan harga minyak goreng, BBM, sembako yang membuat rakyat semakin sengsara. Selain itu, tangkap, adili, penjarakan dan miskinkan para koruptor, serta mendesak untuk disahkannya UU Perlindungan PRT, menghentikan segala kekerasan dari sisi gender di lingkungan kerja dan hapuskan outsourcing,” tegasnya.

Koordinator Advokasi Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi Nuraini menambahkan dalam peringatan may day, sindikasi akan bergabung bersama GEBRAK pada 21 Mei 2022, karena sebagai pekerja muda menghadapi ketidakpastian masa depan dalam hal fleksibiltas pasar kerja dan eksploitasi.

“Fleksibiltas dalam hal ini dianggap sebagai eksploitasi dalam hal yang bekerja, seperti jam kerja para pekerja saat ini semakin panjang yaitu sebanyak 44 jam yang seharusnya hanya 40 jam, begitu juga pada saat lembur,” paparnya.

Para pekerja eksploitasi, kata dia, mengalami hal buruk seperti dirumahkan, dianggap bukan sebagai pekerja formal, kekerasan dan pelecehan seksual.

“Sehingga kami menuntut adanya perlindungan. Dalam eksploitasi ini, masa kerja akan semakin panjang namun bukan sebagai pekerja tetap, serta hanya dianggap sebagai mitra kerja hingga tidak dianggap sebagai pekerja,” ungkapnya.

Dalam situasi yang sulit ini, lanjut dia, pemerintah menerbitkan strategi investasi untuk memulihkan perekonomian, namun tidak memerhatikan para pekerjanya.

“Melihat adanya kebijakan hukum yang tidak berorientasi pada perlindungan para pekerja. Sindikasi mengajak para pekerja muda, freelancer, pekerja magang, mitra kerja, pekerja kontrak yang rentan dieksploitasi, yang ekonominya masih morat-marit untuk turun ke jalan menuntut pemerintah agar memerhatikan kebijakan yang fokus pada perlindungan para pekerja,” ajaknya.

Sementara itu, Perwakilan Serikat Mahasiswa Indonesia Beni menyampaikan bahwa pihaknya akan turun ke jalan bersama GEBRAK pada 21 Mei, bertepatan dengan jatuhnya rezim Soeharto.

Melihat refleksi 24 tahun yang lalu, represifitas masih terjadi terutama dalam aksi damai dalam menyuarakan aspirasi. Selain itu, neo liberalisme juga semakin terasa dikalangan kaum buruh dan pekerja.

“Dalam catatan rezim Jokowi, membuat kita tidak bisa berpikir strategis, seperti kenaikan harga BBM yang mana subsidi BBM tersebut mulai dihilangkan, namun pemerintah tetap menggulirkan produksi kendaraan pribadi, bukan kendaraan umum,” jelasnya.

Disamping itu, pajak PPn yang tidak rasional karena juga merambah di sektor pekerja buruh yang dikenakan pajak.

“Segala sektor kehidupan ini saling berhubungan dan saling berkaitan sehingga kita harus berpikir kritits dan strategis,” terangnya.

Menanggapi rencana aksi tersebut, Sekjen Pusat Sekolah Mahasiswa Progresif Ahmad Maulana mengatakan, aksi yang dilakukan pada 21 Mei nanti bukan hanya karena momentum yang berdekatan, tetapi adanya satu kesamaan problematika yang sama antara unsur elemen buruh, mahasiswa, dan elemen masyarakat lainnya.

“Sehingga kepada aparat keamanan jangan sampai memisahkan gerakan kami bukan karena suatu momentum perayaan yang berdekatan, namun apa yang kita perjuangkan dan apa yang kita gaungkan ini demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia,” tandasnya.

Terkait pembangunan pendidikan kedepannya, yang akan dibutuhkan pada sektor industri, agar diutamakan agar dapat menjawab problematika UU Omnibus Law.

Tentunya ini juga akan langsung bersinggungan dengan kawan-kawan pada sektor ketenagakerjaan.

“Begitu juga dengan revisi UU Sisdiknas yang dapat mengubah secara mendasar sistem pendidikan, kami tolak karena tidak adanya tanggung jawab negara antara dunia pendidikan yang menjadi pegangan para siswa untuk masa depannya. Kami tidak lagi bicara terkait akses pada pendidikan tinggi, namun juga merambah hingga pendidikan tingkat dasar,” ujarnya.

Solusi yang dibawa oleh pemerintah yaitu membawa sektor industri yang informal sehingga berpengaruh terhadap hak-hak para pekerja. Ini akan mengancam karyawan yang statusnya belum tetap menuju PHK serta merenggut hak-hak dasarnya.

“Kami ingin mengingatkan bahwa pandemi yang terjadi bukan hanya mengekspos perekonomian yang jatuh, namun juga mengekspos kinerja rezim Jokowi yang gagal dalam menangani nasib rakyatnya seperti para pekerja dan buruh yang di PHK, siswa yang putus sekolah, sehingga para generasi muda mengubur mimpinya hingga menjadi pekerja informal,” jelasnya.

Dia menilai, bahwa ini merupakan momentum penting dalam merefleksikan peristiwa jatuhnya rezim Soeharto, sekaligus mendesak pemerintah yang gagal mensejahterakan rakyat.

“Maka dari itu, persoalan ini tidak mudah agar kita tidak terjebak dalam kondisi terpuruk dan tidak baik-baik saja khususnya dalam penegakan hukum dan hak asasi manusia,” ungkapnya.

Pada 21 Mei 2022 besok, pihaknya akan melangsungkan aksi damai dan mendesak untuk menghormati aksi ini.

“Karena ini merupakan hak konstitusional setiap warga negara dan agar tidak melakukan aksi represif,” pungkasnya. (kemal)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *