Cilegon, Sriwijaya Media – Tim Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum (BPPH) Pemuda Pancasila (PP) Provinsi Banten terus melakukan langkah terkait dugaan adanya mafia tanah di kelurahan Gunung Sugih Kecamatan Ciwandan seluas 1,9 hektar.
Setelah sebelumnya melayangkan surat pelaporan ke Kejati Banten tentang adanya mafia tanah di Kelurahan Gunung Sugih Kecamatan Ciwandan, kali ini Tim BPPH PP Banten diketuai Eka Wandoro Dahlan, SH., MH., mengirimkan surat permohonan Pemblokiran Serifikat Tanah ke BPN Cilegon bernomor 015/BPPH-PP/BTN/IV/2022 yang dikirimkan pada 26 April dan telah diterima oleh pihak BPN Cilegon.
“Kami berharap permohonan ini bisa di jadikan atensi Kejati Banten dan Kajagung RI, khususnya Jamwas (Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan), karena Investasi yang direncanakan PT Candra Asri Petrochemical (CAP) jangan sampai terhambat akibat masalah ini,” tutur Eka pada wartawan, Selasa (10/5/2022)
Dalam hal ini, pihaknya tidak ingin menghambat adanya investasi, khususnya di kota Cilegon, namun jangan juga mengorbankan dan merugikan hak warga selaku pemilik tanah yang sah, harus bisa diselesaikan terlebih dahulu.
“Jangan sampai ada nya perluasan PT CAP nantinya bermasalah, seperti permasalahan tanah yang dialami PT Krakatau Steel (KS) yang sampai saat ini terus diributkan,” jelasnya.
Diketahui bahwa BPPH PP Provinsi Banten adalah kuasa hukum ahli waris Arsyap dari pewaris atas nama Saidjah binti Sakim yang telah melaporkan kasusnya ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten pada Rabu (20/4/2022) lalu.
Upaya ini dilakukan karena pihaknya bersama ahli waris telah dua kali melakukan mediasi dengan difasilitasi Pemerintah Kota Cilegon, tapi tidak memperoleh kata sepakat.
“Di situ ada hak-hak masyakarat yang dirampas. Oleh sebab itu untuk mencari keadilan kami melakukan langkah hukum ini,” ujar Eka saat itu.
Dalam kasus itu, Eka memaparkan bahwa kliennya (Arsyap) sebagai pemegang Girik/letter C. 290 atas nama Saidjah binti Sakim seluas 1,6 hektar Desa Gunung Sugih tertanggal 29 Desember 1975. Namun, setelah diukur Badan Pertanahan Nasional (BPN) luasnya bertambah menjadi 1,9 hektar yang terdiri dari lima bidang.
Sebagian tanah tersebut, tambah Eka telah dikuasai pihak lain, antara lain oleh PT Chandra Asri Petrochemical, PT Pancapuri Indoperkasa dan 11 perorangan.
“Kami akan ajukan surat pemblokiran ke BPN atas penerbitan surat-surat tanah itu. Ada juga kepemilikan tanah atas nama Sarmin dan Saridjan dari 11 perorangan itu telah diterbitkan surat hak milik hanya seluas 7 meter persegi dan 3 meter persegi. Ini yang patut kami pertanyakan,” ucap Eka.
Eka menjelaskan berdasarkan hasil penelusurannya, para pemegang sertifikat, baik berupa SHM atau HGB atas tanah itu tidak ada sama sekali hubungan ahli waris dengan pemilik tanah Saidjah binti Sakim (Girik/letter C 290).
“Kenapa pihak-pihak yang tidak ada hubungan dengan ahli waris bisa buat sertifikat. Karena sepengetahuan kami, hingga saat ini tanah tersebut belum pernah dialihkan atau dijualbelikan oleh pewaris maupun ahli waris kepada siapapun,” tegasnya.
Akibat perampasan hak atas Girik/ letter C 290 ini, jelas Eka kliennya hanya menguasai tanah seluas 757 meter persegi yang telah diterbitkan SHM pada 2017 dan lahan kosong seluas 3.895 meter persegi.
“Jadi klien kami telah kehilangan tanah seluas lebih dari 1,4 hektar dari 1,9 hektar sesuai dari hasil pengukuran BPN,” ucapnya.
Eka pun berharap, laporan BPPH PP Banten bisa segera di tindak lanjuti dan bisa dijadikan atensi Kajati Banten.(Irawan)