Palembang, Sriwijaya Media – Dewan Pengurus Cabang (DPC) Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) Kota Palembang dan LKBHMI Cabang Palembang tergabung dalam tim Advokasi dan Bantuan Hukum Aksi Unjuk Rasa 11 April 2022, merespons dinamika yang terjadi pada aksi unjuk rasa pada 11 April 2022 di Kota Palembang.
PERMAHI dan LKBHMI sangat mengecam segala bentuk tindakan represif dilakukan oknum aparat penegak hukum terhadap massa pada aksi unjuk rasa 11 April 2022 di Kota Palembang.
Pengamat hukum Kota Palembang Prasetya Sanjaya, Rabu (13/4/2022) menegaskan ada beberapa poin tuntutan yang disampaikan ke Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumsel.
“PERMAHI bersama-sama dengan LKBHMI akan tetap melakukan upaya advokasi, dan akan melaporkan kejadian ini ke lembaga berwenang untuk menanganinya. Ketika ada mahasiswa yang sedang menenangkan massa agar tidak terprovokasi, namun ketika mencoba untuk melerai, aparat melakukan tindakan represif ke salah satu kader PGK (Fadila Amirullah). Malah saya dan kader PERMAHI langsung dicekik dan dipukuli,” ujarnya.
Bukan itu saja, bahkan kader PERMAHI Cabang Palembang (YJ) mengalami luka berdarah di dahi dan bibir akibat dari tindakan represif oknum aparat.
Bahkan, Sekretaris Jenderal Eksekutif Harian Komite Reforma Agraria Sumsel (KRAS) juga menjadi korban represif aparat. Lebih dari tujuh oknum aparat melakukan represif terhadap Sekjen KRAS Ki Edi Susilo, saat akan membantu menyelamatkan saudara FA dari kebrutalan oknum aparat kepolisian.
Sementara itu, Direktur Eksekutif LKBHMI Erick Ersi Yusardi, SH., sangat menyayangkan tindakan refresif yang terjadi terhadap massa aksi pada aksi unjuk rasa 11 April 2022 di Kota Palembang.
“Kami sangat menyayangkan tindakan represif oknum aparat, dimana hal tersebut sama saja merampas hak seseorang sebagai warga negara. Maka dari itu, kami dari tim Advokasi dan Bantuan Hukum Aksi 11 april 2022, menyampaikan beberapa tuntutannya,” katanya.
Adapun tuntutan tersebut sebagai berikut mendesak Kapolda Sumsel untuk meminta maaf kepada publik atas tindakan refresif yang terjadi pada aksi unjuk rasa 11 April 2022, mendesak Kapolda Sumsel untuk menindaklanjuti serta memberikan sanksi tegas kepada oknum aparat yang melakukan tindakan represif terhadap massa aksi.
Menuntut Kapolda Sumsel untuk bertanggungjawab atas rehabilitasi atau pemulihan massa aksi yang menjadi korban tindakan represif dari oknum aparat kepolisian yang sedang bertugas pada aksi unjuk rasa 11 April 2022 di Kota Palembang.
“Ketiga poin tuntutan kami sampaikan agar diindahkan. Jika ketiga poin tuntutan tersebut tidak diindahkan, maka patutlah kami menduga bahwa Kapolda Sumsel mendukung praktik-praktik yang tidak berperikemanusiaan. Sebagai warga negara yang dijamin haknya, kami akan menggunakan hak konstitusional kami, serta apabila terindikasi adanya pelanggaran hukum yang terjadi, maka kami akan bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku,” imbuhnya.
Terpisah, Pengamat Hukum Palembang Dr H Firman Freaddy Busroh sangat menyesalkan masih terjadinya tindakan kekerasan terhadap peserta aksi. Tentunya pelaku harus diusut tuntas. Karena di Indonesia itu mengenal Demokrasi, dan menjunjung tinggi kebebasan untuk menyampaikan pendapat.
Oleh karena itu, perlu diusut tuntas terhadap kasus pemukulan tersebut. Karena harus dicari penyebabnya dan siapa yang melakukannya.
“Tentunya diberikan kebebasan untuk menyampaikan pendapat dimuka umum, dan tidak boleh dibatasi. Kecuali kalau didalam penyampaiannya itu sendiri ada hal-hal anarkis. Misalnya dalam hal menyampaikan itu bisa melukai, maka pihak kepolisian bisa melakukan penegakkan hukum,” jelasnya.
Seharusnya sebagai penegak hukum, kepolisian cukup memantau saja, melihat, dan juga menjaga situasi agar tetap kondusif.
“Kepada pemerintah agar kiranya mendengarkan suara aspirasi dari mahasiswa, karena suara mahasiswa itu mewakili suara masyarakat. Kita harus ingat bahwa demokrasi menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Oleh karena itu, suara rakyat adalah suara Tuhan,” ulasnya.(ton)