Jakarta, Sriwijaya Media – Lahir di era digital, Gen Z kerap disebut sebagai digital natives yang menggunakan ragam media berbasis internet untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Dilansir dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), tahun 2020 lalu, sebanyak 91 persen pengguna internet Indonesia berasal dari kelompok usia 15 hingga 19 tahun.
Dalam hal preferensi aktivitas, Maverick Indonesia dalam survei yang dipublikasikan pada Senin (4/4/2022) lalu menyebut, konsumsi informasi di media sosial menjadi aktivitas dominan Gen Z di internet dengan persentase 87 persen.
Sementara itu, Instagram Trend Report 2022 mencatat, Gen Z juga disebut sangat mengandalkan influencer sebagai rujukan dalam membeli produk atau mencari informasi.
Sebagai rumah bagi Gen Z dalam mengembangkan inovasi dan kreativitas, Universitas Pertamina memberikan beasiswa influencer bagi para calon mahasiswa/i. Berupa pembebasan biaya Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) hingga 100 persen bagi Gen Z yang aktif memproduksi konten berkualitas di media sosial.
“Syaratnya cukup mengunggah formulir dan transkrip nilai saja. Jumlah minimum followers atau subscribernya juga terbilang kecil, minimal 5.000. Pendaftaran untuk beasiswa influencer ini sudah dibuka mulai dari tanggal 29 Maret hingga 8 Mei 2022 mendatang,” kata Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Pertamina Budi W Soetjipto, Kamis (21/4/2022).
Informasi pendaftaran beasiswa influencer dapat diakses di laman https://beasiswa.universitaspertamina.ac.id/.
Untuk tahun akademik 2022/2023, Universitas Pertamina menyediakan beragam jenis beasiswa dengan nilai total mencapai Rp16 miliar.
Selain beasiswa influencer untuk calon mahasiswa baru, kata Budi, saat ini Universitas Pertamina juga melakukan pembinaan kepada sejumlah mahasiswa yang aktif mengunggah konten-konten positif di media sosial.
“Para internal influencer ini mendapat sejumlah pelatihan seperti personal branding, produksi konten, dan video editing. Kampus juga memberikan apresiasi seperti biaya aktivasi dan uang saku,” tutur Budi.
Hal tersebut dilakukan universitas untuk mengarahkan kreativitas mahasiswa/i di media sosial ke arah positif dan bermanfaat.
Tak dipungkiri, sejak maraknya kasus penipuan berkedok investasi yang menyeret sejumlah nama influencer, muncul kekhawatiran di tengah masyarakat terhadap influencer.
Pakar media digital Universitas Pertamina Ita M Hanika, S.A.P., M.I.Kom., AMIPR., melanjutkan peran influencer dalam edukasi publik sangat dibutuhkan.
“Influencer seyogyanya turut menjadi gatekeeper dalam pemberian informasi kepada masyarakat. Karenanya, influencer harus membuat konten yang berkualitas dan mengedukasi masyarakat. Pun jika konten tersebut bersifat hiburan, tidak boleh memuat unsur SARA, menyudutkan satu pihak, ataupun melanggar hak cipta,” terang Ita dalam wawancara daring.
Menurut Ita, perguruan tinggi juga harus dapat memberikan dukungan kepada para mahasiswa pegiat media sosial.
“Misalnya dengan memberikan dukungan moril seperti pelatihan dan pembinaan. Atau dukungan materil seperti pemberian beasiswa,” paparnya.
Sementara itu, Internal Influencer dari Program Studi Ekonomi Universitas Pertamina Jihan Duhita Naflah mengungkapkan, selain menjadi sarana untuk aktualisasi diri, media sosial juga idealnya menjadi tempat untuk meluruskan informasi yang keliru.
“Seperti ketika ada berita-berita viral di media sosial yang berpotensi pada misleading information, kita harus bisa mengcounter dengan fakta dan riset mendalam sehingga bisa meminimalisir hoax,” pungkas mahasiswi yang kini memiliki hampir 2.000 subscriber di kanal Youtube tersebut.(rnj)