SDR : KPK Harus Lanjutkan Penyelidikan Formula E atau Praperadilan

IMG_20211223_194848

Jakarta, Sriwijaya Media – Sudah hampir sebulan, sejak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan serius menangani laporan kasus dugaan korupsi terkait rencana pelaksanaan ajang balap mobil listrik Formula E di DKI Jakarta.

Juru bicara KPK bidang penindakan itu menyampaikan kalau penyelidikan kasus Formula E ini masih mencari peristiwa pidananya. Bahkan KPK akan menyampaikan perkembangannya kepada masyarakat jika kasus ini telah ditingkatkan ke proses penyidikan.

Bacaan Lainnya

Menyikapi hal itu, Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto mengatakan agar KPK tak usah terlalu rumit dalam menangani kasus ini. Sebenarnya kasus ini sederhana sekali.

“Tanpa maksud meremehkan kerja rekan-rekan di KPK, penyidik KPK tak perlu berpikir terlalu rumit untuk menguak kasus ini. KPK juga jangan terdistorsi dengan proses pengerjaan sirkuit Formula E di Ancol. Sebab tidak ada hubungannya,” kata Hari.

Menurut Hari, saat ini yang tengah ditangani oleh KPK adalah terkait duit komitmen atau commitment fee yang telah disetorkan Pemprov DKI via Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora).

“Kunci dari kasus ini, KPK cukup memastikan apakah telah terjadi mark up dalam pembayaran commitment fee. KPK cukup periksa tiga pihak saja, Gubernur Anies Baswedan dan FEO selaku pihak bersepakat, kemudian Kepala Diapora DKI yang membayarkan commitment fee tersebut. Lantas, KPK tinggal meminta bantuan PPATK untuk menelusuri perjalanan transaksi tersebut,” ujarnya.

Dia meyakini ada yang janggal, mengingat ketergesaan pihak Pemprov DKI dalam membayar commitment tersebut. Bahkan, pembayaran pertama sebesar Rp180 miliar dilakukan dengan ijon ke Bank DKI. Padahal saat itu, DPRD belum ketok palu anggaran.

“Ada apa ini?” tanyanya.

Kuadran lain dari kasus ini adalah pembayaran termin I sebesar Rp180 miliar.

Menurut Hari, ini pun sederhana saja. Periksa saja pihak Bank DKI, cari tahu siapa yang mengotorisasi transaksi dan transaksi atas perintah siapa.

“Kemudian, tinggal ditelusuri aliran dananya kemana saja. Apakah sepenuhnya ke FEO atau ada halte-halte lain yang disinggahi. Kemudian, juga perlu diperiksa apakah sudah ada pengembalian,” tuturnya.

Kuadran lain yang perlu diperiksa adalah pembayaran terakhir yang dilakukan setelah pandemi dan FEO mengumumkan tidak ada race selama pandemi.

Faktanya, Pemprov DKI tetap saja melakukan pembayaran. Padahal, mestinya bisa dilakukan negosiasi ulang. Apalagi, saat itu seluruh pemda di Indonesia tengah melakukan refocusing anggaran dengan titik berat penanganan pandemi.

“Jadi agak aneh, kalau KPK menyatakan masih mencari unsur pidananya. Ini KPK sama saja mengulur-ulur waktu saja, padahal ini bisa memperlama polemik dan kegaduhan,” tandasnya.

Dia berharap KPK bekerja cepat. Segera tentukan apakah ada unsur pidana, lantas umumkan secara transparan kepada publik.

“Jika ditemukan unsur pidana, segera jadikan penyidikan dan tentukan tersangka. Tetapi, kalau tidak ada, jelaskan kepada publik secara transparan,” terangnya.

Tak ada lagi ulur-uluran seperti ini.

“Jika KPK tegas memutuskan, kami pun akan tegas mendukung. Jika KPK memutuskan ada unsur pidana, kami akan kawal kasusnya. Tetapi, kalau KPK menyatakan tidak ada unsur pidana dan menghentikan kasusnya, kami siap praperadilan,” jelasnya.(irawan)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *