Jakarta, Sriwijaya Media – Pengamat Politik Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto menilai adanya pro dan kontra dari semua isu yang ada dalam kehidupan berbangsa dan bernegara itu adalah hal biasa.
Terpenting ialah negara harus hadir sesuai dengan potongan Alinea ke 4 Pembukaan UUD 1945: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,”.
Terkait isu kelangkaan minyak goreng (migor), kata Hari, jangan menjadi “State Brutality”. Salah satu contoh adalah Menteri perdagangan kalah dengan mafia migor.
“Lalu apa peran dan fungsinya jika kalah dengan mafia, sama saja mempermalukan kabinet dan Presiden. Kemudian buat apa disumpah bekerja segenap jiwa dan raga yang akhirnya hanya jadi “Lips Service”. Meminjam istilah Malcom X “Kebenaran Ada Di Pihak Yang Tertindas”,” terang Hari, Selasa (22/3/2022).
Menurut Hari, jika Mendag menyerah, maka mengangkat bendera putih. Pilihannya adalah mundur dari jabatan. Solusinya adalah Presiden harus segera mengkonsolidasi anak buahnya serta para pengusaha.
“Jangan sampai ada pemahaman “State Brutality” dalam persoalan harga dan kelangkaan minyak goreng. Dengan sandiwara para pemangku kebijakan,” terangnya.
Disisi lain, Hari Purwanto juga menyoroti pro dan kontra Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang pindah ke Kaltim. Kata dia, tentunya dengan sudah terbitnya UU IKN semua warganegara wajib untuk mendukung dan optimis dengan pembangunannya.
“Proses pengawalan tetap harus dilakukan agar sesuai perencanaan. Meskipun pelaksanaannya belum menuju sempurna tentunya semua stakeholder harus berperan sesuai dengan tupoksi nya sesuai pembukaan UUD 1945,” bebernya.
Sementara itu, isu lainnya yang sedang trending beberapa hari lalu terkait putusan pengadilan yang membebaskan dua anggota Polisi pada kasus penembakan KM 50.
Hari Purwanto menjelaskan bahwa putusan hukum dan fakta persidangan harus diterima semua pihak. Sebab tupoksi kepolisian bila ada perlawanan tentunya harus menjaga diri.
“Hakim memvonis bebas atas dasar fakta-fakta bukan karena tekanan,” jelasnya.(irawan)









