Yasonna : Pemerintah Patuhi Putusan MK Tentang UU Cipta Kerja

IMG_20220204_141940

Jakarta, Sriwijaya Media – Pemerintah dan DPR RI menghormati, mematuhi, serta akan melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dengan sebaik-baiknya.

Hal itu disampaikan Menteri Hukum dan HAM RI Yasonna H Laoly, dalam orasi ilmiah memperingati Dies Natalis ke 68 Fakultas Hukum (FH) Universitas Sumatera Utara (USU).

Bacaan Lainnya

“Tindak lanjut putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tersebut perlu segera dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi pelaksanaan investasi baik domestik maupun asing yang telah berkomitmen untuk melakukan investasi setelah terbitnya UU Cipta Kerja No 11/2020. Investasi tersebut tentu akan menambah lapangan kerja yang luas bagi masyarakat,” kata Yasonna, di USU, Jum’at (4/2/2022).

Menurut dia, UU Cipta Kerja telah mengalami pengujian formil di MK, dan pada 25 November 2021 MK menjatuhkan putusan perkara Pengujian Formil UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja terhadap Undang Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 melalui putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

Dalam amar putusan dinyatakan bahwa pembentukan UU tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan”.

Kemudian MK juga memerintahkan kepada pembentuk undang-undang (Presiden dan DPR) untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.

Yasonna menuturkan, ada tiga poin dalam putusan MK atas UU Cipta Kerja yang perlu ditindaklanjuti pemerintah, yaitu pembentuk UU diperintahkan untuk mengakomodir metode omnibus law dalam perubahan UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan UU No 15/2019 (UU Pembentukan Peraturan Perundang- undangan); secara prosedural pembentukan UU Cipta Kerja harus diperbaiki dalam waktu dua tahun sejak putusan MK diucapkan; dan pemerintah harus menangguhkan segala kebijakan/tindakan strategis yang didasarkan pada UU Cipta Kerja.

“Sebagai negara demokrasi yang berdasarkan hukum, pemerintah menghormati dan segera melaksanakan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020,” ujar Yasonna, dalam orasi ilmiah bertema “Urgensi UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja pasca putusan MK,” paparnya.

UU Cipta Kerja disahkan pada 2020 menggunakan metode Omnibus Law dan memperhatikan muatan serta substansi undang-undang yang harus diubah dalam UU tentang Cipta Kerja mencapai 78 UU, yang meliputi 10 klaster yaitu: peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha; ketenagakerjaan; kemudahan, perlindungan serta pemberdayaan koperasi dan UMKM; kemudahan berusaha; dukungan riset dan inovasi; pengadaan tanah; kawasan ekonomi; investasi pemerintah pusat dan percepatan proyek strategis nasional; pelaksanaan administrasi pemerintahan; dan pengenaan sanksi.

Pelaksanaan UU tentang Cipta Kerja diharap mencapai tujuan pembentukannya, yaitu: penciptaan dan peningkatan lapangan kerja dengan memberikan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan terhadap sektor koperasi dan UMKM untuk menyerap tenaga kerja Indonesia seluas-luasnya dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kemajuan antardaerah dalam kesatuan ekonomi nasional.

Kemudian, terjaminnya hak setiap warga negara untuk memperoleh pekerjaan, serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja; penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan keberpihakan, penguatan, dan perlindungan bagi koperasi dan UMKM serta industri nasional; penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan peningkatan ekosistem investasi, kemudahan dan percepatan proyek strategis nasional yang berorientasi pada kepentingan nasional yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi nasional dengan berpedoman pada haluan ideologi Pancasila.

“Negara wajib menetapkan kebijakan dan melakukan tindakan untuk memenuhi hak-hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak pada prinsipnya, merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,” pungkas alumni FH USU tersebut.(Santi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *