Palembang, Sriwijaya Media – Hingga saat ini masih banyak Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang belum mendapatkan pendidikan selayaknya. Hal tersebut dikarenakan jumlah SLB Negeri di Sumsel yang masih terbatas atau baru berjumlah 15 SLB.
Hal tersebut diungkapkan Kabid Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK) Dinas Pendidikan (Disdik) Sumsel Drs Joko Edi Purwanto, M.Si. saat diwawancarai diruang kerjanya, Kamis (27/1/2022).
Joko mengatakan, saat ini masih ada dua kabupaten yang belum memiliki SLB Negeri yakni di Muratara dan OKUS.
Sementara ABK di pelosok yang jauh dari SLB itu masih banyak.
“Kami ingin sekolah umum atau reguler dapat menerima ABK melalui pendidikan inklusi. Jadi kalau ada ABK mendaftar disekolah reguler jangan ditolak. Terima ABK ini dan perlakukanlah dalam kegiatan belajar mengajar secara khusus disesuaikan dengan kemampuannya,” terang Joko.
Oleh sebab itu, sambung Joko, jika ada ABK sekolah di sekolah umum atau regular, maka sekolah tersebut meminta bantuan dengan SLB untuk melakukan pendampingan.
Sehingga guru disekolah reguler dapat dibantu cara mendidik ABK.
“Misal di Kayuagung ada SLB Negeri. Ada ABK disekolah reguler di SP Padang. Maka sekolah reguler dapat meminta bantuan pendampingan dengan SLB Negeri di Kayuagung. Sehingga guru SLB dapat hadir beberapa kali dalam seminggu. Kemudian guru SLB juga dapat memberikan soal soal yang bisa diberikan dengan ABK. Karena ABK tidak bisa disamakan pembelajarannya dengan anak anak normal lainnya,” paparnya.
Joko menjelaskan, pihaknya sudah memberikan pelatihan kepada Kepala Sekolah regular agar tidak boleh menolak ABK.
“Kita beri pemahaman kepada Kepala Sekolah regular agar mau menerima ABK, karena UU sudah mengamanahkan kalau semua warga negara berhak menerima pendidikan,” terangnya.
Pemerintah tidak bisa menyediakan SLB Negeri dalam jumlah banyak. Oleh sebab itu, solusinya sekolah reguler harus menerima ABK.
Sekolah reguler wajib menerima ABK. Setelah itu, sekolah regular dapat berkonsultasi ke SLB induk untuk mendampingi dalam memberikan pembelajaran.
“Guru SLB juga berperan sebagai guru juga dokter bagi ABK. Jadi jangan sampai ABK didiskriminasi, dan dibully, ” jelasnya.
Dengan diterimanya ABK di sekolah reguler, maka kedepan tidak ada lagi anak di Sumsel yang tidak sekolah termasuk ABK. (Ocha)