Oleh :
Aris Suprapto, SH., MT., Kepala Seksi Supervisi Teknik Aplikasi (STA) Kanwil DJPb Sumsel
Transaksi Digipay terus berkembang dari pertama kali piloting pada November 2019. Perkembangan signifikan terjadi pada jumlah satker, transaksi, dan nominal transaksi.
Awal piloting pada tahun 2019 hanya terdapat 10 satker, 13 vendor, 165 transaksi senilai Rp250 juta. Sampai akhir bulan Oktober 2021 sudah bergabung 3.722 satker, 801 vendor, 8.757 transaksi senilai Rp21.246.898.905.
Suatu peningkatan yang cukup signifikan, namun masih sangat rendah mengingat besarnya jumlah APBN dan jumlah UMKM yang ada saat ini sangat besar untuk berpotensi menjadi vendor dalam program Digipay. Menjadi pertanyaan bagi kita semua, mengapa Digipay kurang diminati?
Sejak terjadi pandemi Covid-19 perkembangan teknologi informasi sangat pesat, pelaksanaan belanja dan pembayaran atas beban APBN pun mengikutinya.
Era digitalisasi di masa pandemi menjadi sebuah solusi bagi seluruh masyarakat dan dunia usaha. Tak luput transaksi pemerintah yang bersumber dari dana APBN diarahkan pula untuk secara digital.
Pemerintah sangat peduli dengan UMKM, satu sektor usaha yang paling merasakan dampak dari adanya pandemi ini.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa saat ini terdapat 64,2 juta UMKM dengan tingkat kontribusi terhadap PDB mencapai 61,07% atau senilai Rp8.573,89 triliun.
Suatu jumlah yang tidak sedikit, untuk itu dengan adanya program Digipay ini diharapkan bisa membantu UMKM untuk kembali bangkit dari keterpurukan. Jadi latar belakang diberlakukannya digipay adalah untuk pemberdayaan UMKM, digitalisasi UMKM dan modernisasi pengelolaan keuangan negara.
Konsep dari Digipay sendiri merupakan sistem aplikasi pembayaran digital menggunakan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) dan/atau CMS Virtual Account yang dikembangkan oleh Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Bank Himbara. Ekosistemnya terbentuk dari satker pengelola Uang Persediaan (UP) APBN dan vendor/toko/warung (UMKM) dengan berbasis rekening pada suatu bank yang sama.
Dengan program Digipay ini ada banyak manfaat yang bisa didapat dari seluruh pihak-pihak yang terlibat, bagi satker: otomatisasi dan efisiensi, integrasi pengadaan, pembayaran, perpajakan dan pelaporan jadi lebih simplifikasi dalam SPJ serta menghilangkan moral hazard karena lebih transparan dan akuntabel.
Manfaat bagi vendor adalah adanya kepastian pembayaran dan peluang untuk menjadi rekanan di banyak satker. Serta manfaat bagi bank sendiri melalui program Digipay bisa sebagai pasar baru kredit, layanan bagi targeted segment dan brand mitra pemerintah. Digipay juga merupakan simplifikasi proses bisnis dari penggunaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) selama ini, ketiadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) dan potensi biaya biaya lain yang harus dibayar dalam penggunaan KKP.
Kedua hal tersebut relatif tidak menjadi isu permasalahan dalam sistem digipay.
Berbagai kegiatan telah dilaksanakan dalam mendukung percepatan implementasi digipay baik itu sosialisasi, FGD dengan KPPN, Satker dan Bank Mandiri, Refreshment dengan satker dan terakhir pengumpulan vendor yang dilakukan oleh pihak bank.
Dari kegiatan tersebut ada beberapa kendala yang masih dihadapi yaitu beberapa daerah masih nyaman dengan melakukan pembayaran tunai karena dianggap lebih praktis tidak repot dengan aplikasi dan jaringan, tidak adanya adanya filter pada digipay dan cara untuk mempercepat pencarian vendor (list vendor) agar lebih praktis dan efisien dalam penggunaannya disamping jumlah vendor yang masih terbatas jumlahnya, kurangnya tingkat pemahaman stakeholder (satker dan vendor) terhadap proses bisnis aplikasi digipay sehingga dianggap tidak praktis bahkan merepotkan, adanya pergantian pegawai sehingga masih harus melakukan transfer ilmu dalam progres pembayaran Digipay juga menjadi salah satu faktor penghambat pertumbuhan penggunaan digipay serta kendala pada jaringan dan aplikasi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Himbara dan hasil evaluasi atas laporan bulanan seluruh Kanwil Ditjen Perbendaharaan (DJPb), data sampai dengan 31 Oktober 2021 menunjukkan bahwa Digipay telah digunakan oleh 3.722 satker dan 801 vendor UMKM, serta telah berhasil menyelesaikan 8.757 transaksi dengan nominal Rp21,2 miliar.
Sedang untuk tingkat wilayah Provinsi Sumatera Selatan masih jauh dari rata rata nasional, yaitu julah satker 146, vendor 9, jumlah transaksi 100 dengan nominal 85.821.442 rupiah atau dengan tingkat pertumbuhan hanya 4% dari rerata pertumbuhan secara nasional 11%.
Menjadi sebuah pertanyaan, kenapa digipay kurang populer dan diminati oleh satker maupun vendor?
Dari kesimpulan berbagai hasil kegiatan dan kendala serta permasalahan yang dihadapi dilapangan, kiranya itu yang harus menjadi perhatian kita bersama untuk menuntaskan dan menyelesaikannya terlebih dahulu sebelum melangkah lebih lanjut.
Selanjutkan perlu untuk merumuskan strategi dan langkah perluasan Digipay dengan menggandeng semua pihak pihak terkait. Kegiatan sosialisasi, assistensi dan pendampingan kepada vendor dan satker dengan melibatkan pihak bank mitra (BRI, BRI dan Mandiri) secara simultan agar tetap terus dilaksanakan, sehingga pada saat kegiatan bisa langsung eksekusi dan melakukan registrasi baik bagi satker maupun vendor tentunya dengan melengkapi dokumen yang telah disyaratkan.
Data menunjukkan bahwa dari jumlah satker di wilayah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) yang sudah terdaftar sebagai user digipay ada 35 satker, namun saat ini baru 6 satker yaitu Kanwil DJPb dan KPPN yang sudah bertransaksi melalui digipay. Masih ada keengganan dari satker untuk menggunakan digipay mesti telah terdaftar sebagai user.
Dari berbagai realita tersebut diatas, digipay dengan segala kelebihan yang dimiliki namun belum dilirik oleh satker, penulis berpendapat perlunya ketegasan dari institusi yang berwenang dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk membuat peraturan agar ada batas minimal penggunaan transaksi melalui digipay, misalnya sebesar 30%.
Diharapkan dengan berbagai daya dan usaha yang telah dilakukan dan didukung peraturan tersebut, penggunaan digipay akan semakin naik secara signifikan.
Daftar Pustaka
1. Nota Dinas Dir PKN No.ND-1949/PB.3/2021
2. BPS