Giat Transformasi BUMN, Erick Thohir Jadi Sasaran Fitnah dan Pendzoliman

IMG_20211119_201726

Jakarta, Sriwijaya Media – Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan bahwa dirinya tidak mungkin mencari keuntungan pribadi terkait tes PCR bagi pelaku perjalanan.

Hal itu disampaikan Erick Thohir menyusul tudingan beberapa pihak terhadap dirinya mengenai keterlibatan bisnis tes polymerase chain reaction (PCR), dalam webinar bertajuk “Penanganan Pandemi Covid-19: Kontroversi Tes PCR- Bisnis atau Krisis” yang digelar Universitas Islam Indonesia (UII) dipantau di Yogyakarta, Jum’at (19/11/2021).

Bacaan Lainnya

Menanggap hal tersebut, Sekjen Barikade 98 Arif Rahman menyampaikan dukungannya terhadap Erick.

Menurut dia, kinerja Erick telah terbukti dan teruji dalam membantu Presiden.

“Dia tipe pembantu presiden yang patuh pada tugas dan kewajiban. Serta tidak neko-neko dan menghindari politik praktis,” ujar Arif.

Arif menilai tudingan Erick terlibat bisnis PCR merupakan bentuk fitnah dan pendzoliman terhadap sosok yang kini giat melakukan transformasi di BUMN.

“Kalau dia niat bisnis dengan memanfaatkan posisi, tentunya tidak bisnis PCR. Apalagi melalui PT GIS yang kuotanya paling kecil. Dia kini mengelola ratusan BUMN dan anak perusahannya juga mengelola dana PEN. Kalau niat ngegarong, tentu banyak peluang,” terangnya.

Namun, kata Arif, kinerja BUMN justru meningkat di era Erick.

Dia mengilustrasikan seperti PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) di tahun 2020 berhasil mencatatkan laba bersih sebesar Rp326 miliar dengan capaian laba operasi Rp2,4 triliun.

Krakatau Steel mampu meraih laba dari yang sebelumnya mengalami kerugian sejak tahun 2012.

Arif memaklumi kalau Erick menjadi sasaran fitnah. Sebab, bersih-bersih yang dilakukan di BUMN membuat tidak sedikit orang kehilangan pendaringan haram.

Pundi-pundi duit haram yang dikelola secara sembunyi-sembunyi dengan modus anak/cucu BUMN mulai dilibas. Sejumlah praktik mega-korupsi di lingkungan BUMN dibongkar.

Erick juga melakukan bersih-bersih BUMN dengan membongkar direksi dan komisaris, serta menempatkan profesional. Ini jelas mengganggu gerombolan pengasong politik. Termasuk juga komisaris titipan yang mulai menyerang Erick dengan fitnah.

“Saya menyayangkan ada komisaris dari relawan yang ikut arus memframing Erick dengan isu PCR. Kabarnya sih mereka kecewa, karena menjadi komisaris tak seindah mimpi mereka. Erick menutup peluang komisaris bermain bisnis dan menekankan profesionalitas kerja,” jelas aktifis 98 dari kampus Universitas Tarumanegara ini.

Namun, Erick menolak untuk membersihkan BUMN dari komisaris yang menyerangnya. Erick tidak mau urusan pribadi (fitnah ke dirinya) menganggu profesional judgementnya.

Dia menyerahkan pada mekanisme saja. Sebab, kalau memang tidak profesional dan masih gemar politicking, komisaris dimaksud pasti akan gugur terlindas kinerja korporasi.

Arif melanjutkan, peran Erick dalam penanganan Covid-19, khususnya PCR, justru BUMN termasuk yang merintis pengadaan PCR sebagai bentuk penugasan.

Kementerian BUMN memberikan dukungan pada awal tes PCR yang dimunculkan pada Maret atau April 2020 untuk tes dan pelacakan pasien Covid-19 di Tanah Air.

Saat itu, Kementerian BUMN memutuskan ikut membantu mengaktifkan 18 laboratorium PCR bekerja sama dengan rumah sakit BUMN dan sejumlah RS pemda.

Kebijakan wajib PCR, merupakan bagian dari serangkaian upaya tanpa henti pemerintah mengantisipasi penyebaran virus Covid-19 lewat berbagai pintu yang ada.

“Kebijakan PCR sekali lagi merupakan bagian dari serangkaian upaya tanpa henti pemerintah yang diputuskan bersama-sama untuk perang melawan Covid-19 yang belum selesai,” ucap Arif.

Dia mengatakan tarif tes PCR untuk saat ini pun sudah bisa ditekan dari yang awalnya Rp2 juta sampai Rp5 juta, kini menjadi Rp300.000.

“Kalau dibandingkan banyak negara kita masih masuk kategori yang termurah dan ini sesuai dengan audit BPKP. BPKP yang sudah mendampingi, bukan berarti penentuan harga yang ditentukan oleh sendiri. Dan ini juga ditetapkan oleh Kemenkes sesuai dengan tupoksi. Jadi bukan ditentukan oleh sendiri,” paparnya.

Arif menilai upaya fitnah terhadap Erick ini terlalu lemah secara materi dan terlalu kasar. Bahkan, tidak ada satu pun pelapor yang bisa menunjukkan keterkaitan Erick dengan bisnis PCR selain ada hubungan tak langsung dengan Yayasan Adaro yang bahkan tidak ada nama Erick disitu.

“Jika parameternya seperti itu, kenapa gak sekalian juga dibongkar, siapa yang paling menikmati bisnis PCR ini. Akan terbaca juga kok jejaknya kemana itu,” tanyanya.

Arif menilai, upaya fitnah terhadap Erick ini sudah menjurus pada pendzoliman yang mengarah pada merusak agenda transformasi di BUMN dan meruntuhkan kepercayaan rakyat terhadap penanganan Covid19.

Dia menegaskan akan melawan upaya ini. Sebab, arahnya sudah bukan penzaliman terhadap pribadi Erick saja.

“Kalau ini dibiarkan, ini akan merusak upaya penyehatan BUMN melalui program transformasi berslogan AKHLAK dan nilai-nilai Pancasila,” bebernya.

Selain itu, juga akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap upaya penanganan Covid-19. Apalagi, saat ini masa tanggap pencegahan gelombang ketiga.

“Disadari atau tidak, para pemfitnah ini telah mendzalimi rakyat Indonesia. Bayangkan, jika menghadapi gelombang III Covid-19 masyarakat tidak mau dengar pemerintah karena kemakan isu fitnah ini,” pungkasnya.(Irawan)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *