Jakarta, Sriwijaya Media- Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) menduga pemerintah terlibat dalam bisnis layanan tes polymerase chain reaction (PCR) yang digunakan sebagai metode pemeriksaan virus SARS Co-2 (Covid-19).
Wakil Ketua Umum PRIMA Alif Kamal mengatakan, dugaan itu muncul lantaran pemerintah sepertinya sengaja tidak mengintervensi harga tes PCR sejak awal.
Tidak hanya itu, lanjut dia, pemerintah juga terkesan melakukan pembiaran atas melambungnya harga tes PCR waktu awal-awal Covid-19 masuk ke Indonesia.
“Bisa jadi pemerintah ikut terlibat dan mengambil keuntungan dalam bisnis ini,” ungkap Alif dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (25/10/2021).
Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan bahwa pemerintah akan menurunkan harga tes PCR Rp300.000.
Saat awal-awal pandemi, biaya tes PCR di Indonesia berada pada kisaran Rp900.000 sampai Rp1 juta ke atas.
Kemudian, Agustus lalu, karena banyak mendapat kritikan dari masyarakat, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menurunkan biaya tes PCR menjadi Rp495.000 sampai Rp525.000.
Alif menuding, terkait dengan ketidakpastian harga tes PCR ini ada kebohongan yang sistematis.
Dia menambahkan, pemerintah sebenarnya sudah mengetahui hal ini, namun mereka hanya diam dan terkesan melegalkan kebohongan itu.
“Terkait PCR, ada kebohongan yang sepertinya dilegalkan dan diketahui oleh pemerintah,” imbuhnya.
Alif menuturkan, masyarakat juga dibuat bingung dengan ketidakpastian masa berlaku tes PCR. Sebelumnya, batas waktu PCR hanya 2 x 24 jam. Namun, saat ini masa berlaku tes PCR berubah menjadi 3 x 24 jam.
“Soal tenggang waktu yang diberikan untuk melakukan penerbangan juga membingungkan dari 2 x 24 jam jadi 3 x 24 jam,” tuturnya.(santi)