Jakarta, Sriwijaya Media – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) kembali menekankan pentingnya memasukan pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib bagi siswa Sekolah Dasar (SD) hingga perguruan tinggi.
Hal itu dibutuhkan untuk memastikan ideologi bangsa tumbuh subur di hati para peserta didik, juga untuk mengakomodir keinginan anak-anak muda yang juga menginginkan kehadiran pendidikan Pancasila di dalam pendidikan formal.
“Sebagaimana terlihat dari hasil survei Indikator Indonesia yang dilakukan pada 4-10 Maret 2021 kepada 1.200 responden berusia 17-21 tahun. Terungkap bahwa 82,3 persen anak muda menilai perlunya pendidikan Pancasila masuk pelajaran sejak SD. Keinginan ini harus direspon aktif oleh pemerintah, khususnya oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud),” ujar Ketua MPR RI Bamsoet usai menghadiri Peringatan Hari Kesaktian Pancasila, di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta, Jum’at (1/10/21).
Bertindak sebagai inspektur upacara Presiden Joko Widodo, pembaca naskah UUD 1945 Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, pembaca teks Pancasila Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti, pembaca ikrar Ketua DPR RI Puan Maharani serta pembaca do’a Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III Bidang Hukum dan Keamanan DPR RI ini menjelaskan, setiap negara selalu mempunyai sejarah konflik dalam dinamika kehidupan kebangsaannya, termasuk Indonesia.
Bangsa Indonesia harus mensyukuri memiliki Pancasila yang selalu berperan sebagai bagian penting dari resolusi konflik, yang menyatukan seluruh elemen bangsa pada sebuah visi kebangsaan. Pancasila hadir sebagai dasar negara, falsafah, dan pandangan hidup bangsa.
“Pancasila menekankan bahwa keberagaman yang kita miliki adalah fitrah kebangsaan yang tidak dapat diingkari dan pungkiri. Sejak kita mendeklarasikan diri sebagai sebuah negara kesatuan, yang hidup dalam kemajemukan budaya, suku, ras, dan agama, sejak saat itulah konsep kebhinekaan telah menyatukan kita dalam satu ikatan kebangsaan,” tutur Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menekankan, ancaman terhadap nilai-nilai kebhinekaan itu nyata.
Dalam perjalanan sebagai sebuah bangsa, sikap intoleransi terhadap keberagaman selalu mewarnai kehidupan kebangsaan. Misalnya pada setiap penyelenggaraan kontestasi politik atau pemilu, di mana politik identitas disalahgunakan sebagai alat perjuangan. Sehingga, menimbulkan polarisasi masyarakat, baik sebelum, selama, bahkan sesudah pemilu dilaksanakan.
“Karenanya kita perlu membekali generasi muda dengan semangat nilai Pancasila, sejak mereka menempuh pendidikan di sekolah dasar. Sehingga sekolah juga menjadi institusi yang tidak hanya melahirkan anak bangsa yang memiliki kecerdasan intelektual saja, tetapi juga memiliki kecerdasaan kebangsaan. Memiliki hati Indonesia, berjiwa Pancasila,” jelas Bamsoet. (Santi)