Jakarta, Sriwijaya Media- Peringatan KTT Perdamaian pada Sabtu 18 September Heavenly Culture, World Peace, Restoration of Light (HWPL) ke-7” sukses digelar secara daring.
Acara tahun ini membahas tentang kemajuan upaya internasional dan rencana ke depan untuk mempromosikan agenda perdamaian di era normal baru yang bergeser dari pasca Covid-19 ke hidup berdampingan dengan Covid-19.
Penyelenggara acara HWPL mengklaim telah melakukan kegiatan pembangunan perdamaian yang berpusat pada warga negara untuk menciptakan perdamaian serta membentuk kerangka landasan hukum internasional yang berdasarkan Declaration of Peace and Cessation of War (DPCW) sejak KTT Perdamaian Dunia pada tahun 2014 lalu.
Acara ini menghadirkan upaya bersama untuk perdamaian berkelanjutan, dengan kasus-kasus dari berbagai sektor seperti hukum internasional, agama, pendidikan, dan media. Juga membahas kerjasama internasional untuk mengatasi krisis saat ini yang mengancam koeksistensi dan harmoni umat manusia, yang mengemuka selama pandemi.
Upaya perdamaian yang dipimpin oleh HWPL untuk membangun landasan hukum dan norma internasional demi perdamaian melalui penghubung aktor global, diwujudkan dengan upaya untuk mendesak hukum internasional untuk perdamaian dengan menyusun DPCW.
“Buku Pegangan DPCW memungkinkan kami untuk mengajarkan secara sistematis hukum internasional dan esensi perdamaian kepada para siswa dan warga masyarakat. Hal ini memungkinkan mereka untuk menjadi dosen di mata kuliah berikutnya,” kata Ketua Penasihat Asian Association of Law Professors (AALP) sekaligus Mantan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Bangladesh (NHRC-BD) Mr Mizanur Rahman, Minggu (19/9/2021).
Dia menyoroti perlunya untuk mendorong wacana publik tentang pembangunan perdamaian oleh akademisi.
Selain prinsip-prinsip dasar perdamaian yang harus dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa, DPCW telah menyampaikan prinsip-prinsip yang harus dihadapi di era sekarang, seperti larangan penggunaan kekerasan, pembinaan kebebasan beragama, dan partisipasi masyarakat untuk menyebarkan budaya damai.
Secara khusus disebutkan bahwa upaya perdamaian datang dari semua anggota masyarakat global dengan mengidentifikasi tidak hanya negara-bangsa tetapi juga organisasi internasional dan semua warga negara sebagai aktor utama dalam membangun perdamaian.
“Kami tahu bahwa akan sulit untuk mencapai perdamaian jika kita semua tidak bekerja untuk itu. Inilah sebabnya mengapa kita perlu mendorong anak-anak, remaja, dan orang dewasa untuk mencegah pelecehan verbal dan bekerja untuk mengurangi ketidaksetaraan dan menghapus perbedaan untuk mencapai dunia yang lebih adil, stabil, dan damai,” kata Mantan Presiden Ekuador Rosalia Arteaga Serrano.
Sementara itu, Menteri Pendidikan, Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM), Pelatihan Kejuruan, dan Keunggulan Nasional Dominika Octavia Alfred mengatakan bahwa melalui pendidikan perdamaian, para siswa belajar tentang perlunya koeksistensi dan kerjasama timbal balik dan meneruskan apa yang telah mereka pelajari kepada teman, orang tua, dan guru.
Dia menyampaikan bahwa edukasi perdamaian HWPL berkaitan dengan konsep-konsep yang dapat mengembangkan keterampilan kompetensi psikososial, seperti menghormati keragaman, ketertiban, solusi konflik, dan negosiasi, sehingga digunakan untuk pelatihan bukan hanya siswa-siswi melainkan juga para guru.
“Tujuan kami adalah untuk mengakhiri perang di seluruh dunia dan membangun perdamaian sehingga menjadikannya warisan abadi bagi generasi mendatang. Tanpa perdamaian, segala sesuatu yang telah kita bangun akan hancur. Kita tidak boleh membiarkan ini terjadi. Jadi, untuk mencapai perdamaian, bukankah kita harus mencapai tujuan kita dengan hati yang sama,” terang Ketua HWPL Man Hee Lee di acara tersebut.(jay)