Firman Freaddy Busroh Jadi Pemateri di FGD Gelaran Dema STIHPADA

IMG_20210915_192118

Palembang, Sriwijaya Media – Dewan Mahasiswa (Dema) Perguruan Tinggi Swasta (PTS) Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda (STIHPADA) Palembang melaksanakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan mengambil tema “Disparitas vonis terhadap koruptor”, di Auditorium kampus STIHPADA Palembang, Rabu (15/9/2021).

FGD ini diisi pemateri meliputi Ketua STIHPADA Palembang Dr H Firman Freaddy Busroh, SH., MHum., CTL., Dosen Hukum Pidana STIHPADA Palembang Nur Amin, SH., MH., dan dihadiri Wakil Ketua I DEMA STIHPADA Kevin Rasuandi dan para peserta FGD.

Bacaan Lainnya

Ketua STIHPADA Palembang Dr H Firman Freaddy Busroh dalam paparannya mengatakan jika diamati tentang putusan koruptor akhir-akhir ini cukup banyak mengecewakan.

“Jika kita jadi seorang hakim atau jaksa penuntut, tentunya harus membekali diri dengan suatu keilmuan. Jadi ilmu hukum itu bukan sekedar menghafal pasal. Ini paradigma yang harus kita buang. Selama ini orang seringkali menyepelehkan kuliah FH karena hanya menghafal pasal saja,” ungkapnya.

Sebaliknya, masih kata dia, kuliah FH ini mencetak kader-kader yang bijak dalam menegakkan hukum. Karena seyogyanya didalam Pasal 1 ayat 3 bahwa Indonesia adalah negara hukum dan bukan negara kekuasaan.

Akan tetapi yang terjadi saat ini sering kali kekuasaan lebih mendominasi dari hukum. Hal ini yang disesalkan dan itu akibat minimnya pemahaman ilmu hukum.

Firman Freaddy Busroh Jadi Pemateri di FGD Gelaran Dema STIHPADA
Ketua STIHPADA Palembang Dr H Firman Freaddy Busroh menjadi pemateri dalam FGD di Auditorium kampus STIHPADA Palembang, Rabu (15/9/2021)

“Soal vonis terhadap koruptor, memang kalau kita melihat kepada hukum itu sendiri bahwa vonis dispalitas didalam hukum itu diperkenankan. Tapi dalam hal ini apabila itu diperkenankan tentunya ada suatu batasan. Hakim dalam menjatuhkan suatu putusan itu harus betul-betul berdasarkan keilmuan hukum,” bebernya.

Dia melihat bahwa hakim dalam memutuskan suatu vonis itu adalah legal positiftic. Khusus di Indonesia, negara yang menganut City Law hanya ketat kepada norma-norma berlaku, yakni norma hukum. Sehingga hakim dalam memutuskan suatu perkara itu hanya menjadi corong Undang-Undang.

Saat ini yang terjadi seakan-akan bahwa kalau sudah diberikan vonis tidak menimbang lagi nilai-nilai value dari putusan tadi.

Putusan hakim itu mengandung ilmu hukum yang harus betul-betul dikuasai oleh seorang hakim. Seorang hakim setidaknya harus menguasai tiga keilmuan, yakni rekrutmatik, rekteori, dan rekfilosofi.

“Seorang hakim dalam memutuskan suatu perkara harus kepada ilmu. Jadi kuliah di FH itu harus memahami juga teori-teori hukum berlaku,”pungkasnya.(ton)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *