Jakarta, Sriwijaya Media- Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto menilai Novel Baswedan tidak punya niat baik untuk memperkuat KPK RI, hanya membuat keruh dan cenderung memiliki semangat “Pikiran Kotor (Piktor)”, terkait pelantikan ulang 190 penyelidik dan penyidik yang sudah berstatus ASN pada 1 Juni 2021 lalu.
Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar upacara pengukuhan dan pengambilan sumpah penyelidik dan penyidik, dilakukan langsung Ketua KPK RI Komjen Pol Firli Bahuri, disaksikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK Cahya Harefa selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan Karyoto sebagai Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK RI.
Sebanyak 78 penyelidik dan 112 penyidik mengucapkan sumpah, baik daring maupun langsung dari Aula Gedung Juang Merah Putih KPK, Selasa (3/8/2021).
“Novel Baswedan harus menginstal kembali otak piktornya atas peristiwa OTT yang dilakukan oleh KPK RI merupakan pembuka 2020 sekaligus uji coba pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 19/2019 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 30/2002 tentang KPK. Apakah prosedur OTT KPK RI ini sudah sesuai dengan UU baru atau justru melakukan pelanggaran UU,” tanya Hari, Rabu (4/8/2021).
Menurut Hari, kalau soal legalitas formal yang dipermasalahkan oleh Novel Baswedan terhadap para penyelidik dan penyidik, kasus OTT oleh KPK RI tetap berjalan saat transisi pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 19/2019 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 30/2002 tentang KPK.
Bahkan sebelumnya, salah satu anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK RI mengatakan penyidik KPK tak meminta izin penyadapan untuk kasus OTT tersebut, karena masih mengacu pada UU KPK lama.
“Karena kenyamanan bermain di UU No 30/2002, Novel Baswedan lupa bahwa KPK RI bukan lagi dibawah kendalinya dengan cara-cara Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM). Bahwa KPK harus tunduk pada UU, bukan sebaliknya. Apapun keputusan KPK RI yang bertentangan dengan UU No 19/2019 otomatis gugur,” terang Hari.(irawan)