Jakarta, Sriwijaya Media- Peneliti Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK) Ahmad Aron H menegaskan rekomendasi Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman kepada pimpinan KPK bukanlah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan.
Meski didesak untuk melakukan melaksanakan rekomendasi Ombudsman, sebaiknya pimpinan KPK harus tetap patuh dan teguh melaksanakan putusan berdasarkan perintah dan mandat perundang-undangan.
“LAHP Ombudsman merupakan produk administrasi berupa rekomendasi. Bukan perintah undang-undang atau legal mandatory. Ombudsman boleh saja membuat kesimpulan yang menyatakan KPK melakukan maladminitrasi. Tapi hal itu bukan kewenangannya,” kata Ahmad Aron, Kamis (29/7/2021).
Menurut dia, pihaknya juga menganalisa kesimpulan LAHP Ombudsman yang merekomendasikan 75 pegawai KPK TMS agar dialihkan menjadi ASN sebelum 30 Oktober 2021, dinilai sangat keliru dan tidak mendasar.
Kewenangan untuk menguji sah atau tidak sahnya suatu produk hukum adalah kewenangan PTUN.
“Jadi LAHP Ombudsman dan tindakan 75 orang TMS adalah obstruction of justice. Karena PTUN merupakan satu-satunya pemutus terakhir dan mengikat di kasus dugaan perbuatan maladministrasi pimpinan KPK dalam proses TWK,” terangnya.
LSAK menyampaikan saran kepada 75 orang gagal lulus TWK itu agar mengajukan laporan ke PTUN.
Sebab mereka petugas hukum, mengerti, dan seharusnya taat hukum. Bukan malah melakukan laporan ke ombudsman yang tidak memiliki kewenangan. Apalagi sampai mengadu ke NGO yang didanai asing serta kompatibel.
“Kalau tahu hukum, harus taat hukum, baru pantas jadi penegak hukum,” jelasnya.(Irawan)
