Subulussalam, Sriwijaya Media-Memasuki tahun kedua, pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini mau tidak mau memberikan dampak signifikan terhadap berbagai lini sektor usaha. Termasuk pula usaha mikro.
Tak ayal, ada pula sebagian sektor mikro yang tak kuasa bertahan ditengah pandemi dengan alasan berbagai faktor sehingga memilih gulung tikar.
Disisi lain, ada pula sebagian warga yang mencoba-coba membuka usaha mikro hanya untuk bertahan agar ekonomi keluarga tak semakin terpuruk.
Seperti yang dilakoni Siti Rahmah (45). Dengan serba keterbatasan yang dimiliki, warga Desa Muara Batu-batu Kecamatan Rundeng Kota Subulussalam ini memutuskan membantu sang suami Usman (48) yang hanya seorang kuli bangunan, dengan membuka jualan aneka gorengan.
Ditemui disela-sela kesibukannya menggoreng tempe, tahu, pisang molen, wanita kelahiran Kota Subulussalam 7 Desember 1976 ini menceritakan awal dirinya berjualan gorengan sejak Maret 2019 lalu, tatkala pandemi Covid-19 merambah tanah air tercinta.
“Sejak masuknya Covid-19 di seluruh provinsi di Indonesia, termasuk Provinsi Aceh, hingga diumumkannya aturan Pembatasan Skala Berskala Besar (PSBB) oleh pemerintah, ekonomi keluarga kami mulai terasa sulit. Dimana pemasukan dari sang suami sebagai kuli bangunan macet karena hanya mengandalkan orderan dari orang lain. Dari situlah saya berinisiatif membuka jualan gorengan kecil-kecilan dirumah,” kata Siti mengawali cerita awal mulanya membuka usaha jualan gorengan, Sabtu (24/7/2021).
Hanya bermodalkan uang tabungan Rp300.000, ia pun membeli bahan baku untuk berjualan gorengan. Seperti tepung terigu, pisang, tahu, tempe, minyak goreng dan kebutuhan lainnya.
Seiring berjalannya waktu, alhasil penjualan gorengan ini dirasa lebih dari cukup. Ia mengaku sangat bersyukur karena mampu bertahan selama pandemi Covid-19. Terlebih, ia harus membantu sang suami menafkahi kelima anaknya yang masih menjadi tanggungan.
“Saya memiliki 6 orang anak. Anak pertama alhamdulillah sudah menikah dan tinggal tak jauh dari rumah ini. Sementara lima lainnya masih tinggal bersama saya. Dimana anak kedua baru tamat SMA dan belum memiliki pekerjaan, anak ketiga berstatus SMP dan anak keempat, kelima dan ke enam duduk dibangku SD,” tutur Siti.
Dalam sehari, lanjut Siti, ia mampu menjajakan dagangan rumahan minimal 20 hingga 50 jenis gorengan, dengan asumsi satu gorengan dijual Rp1.000. Artinya, ia mampu mendapatkan penghasilan minimal Rp20.000 hingga Rp50.000 per hari.
“Sekarang sepi pembeli dek, kadang-kadang jualan gorengan saya hanya laku Rp20.000 per hari dan paling banyak Rp50.000 per hari,” terang salah satu penerima Program Keluarga Harapan (PKH) ini.
Tak banyak harapan bagi Siti, terpenting adalah bagaimana menghidupi keluarganya selama pandemi Covid-19 ini dan senantiasa mematuhi anjuran pemerintah seperti memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan dan mengurangi aktivitas diluar rumah.
“Semoga pandemi Covid-19 ini segera berlalu, dan aktivitas ekonomi kembali berjalan sediakala,” jelas Siti yang tinggal di rumah didominasi terbuat dari kayu ini.(mha)