Palembang, Sriwijaya Media-Sidang perkara Nomor 32/Pdt.Sus-PHI/2021/PN.Plg, perkara Nomor: 33/Pdt.Sus-PHI/2021/PN.Plg, dan perkara Nomor 34/Pdt.Sus-PHI/2021/PN.Plg menghadirkan saksi penggugat, berlangsung di PN Palembang, Senin (21/6/2021).
Gugatan rekonvensi untuk perkara Nomor 32/Pdt.Sus-PHI/2021/PN.Plg, perkara Nomor: 33/Pdt.Sus-PHI/2021/PN.Plg, dan perkara Nomor: 34/Pdt.Sus-PHI/2021/PN.Plg ditolak majelis hakim.
Gugatan penggugat dalam rekonvensi atau tergugat 1 dalam kovensi yang ditolak majelis hakim dalam perkara nomor 32, 33 dan 34. Pihak PT Semen Baturaja (SB) mendalilkan meminta ganti rugi inmateril dan memerintahkan majelis Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) untuk memerintahkan panitera untuk mencabut izin usaha tergugat II atau PT PT Esbe Yasa Pratama.
“Eksepsi tersebut setelah putusan sela majelis hakim menolak dari gugatan rekonvensi dari PT SB, karena diluar kewenangan majelis hakim. Karena PHI secara aturan UU Nomor 2/2004 tentang penyelesaian PHI Pasal 55 dan Pasal 56 menyebutkan majelis hakim hanya memiliki 4 kewenangan yakni perselisihan hak, kepentingan, perselisihan PHK dan perselisihan antar serikat pekerja. Jadi yang dituntut PT SB meminta inmateril atas pencemaran nama baik tuntutan inmateril setelah diperiksa majelis hakim tidak ada kewenangan majelis hakim. Artinya yang mereka pinta itu ditolak,” kata Pengacara pekerja Hendra Wijaya, saat diwawancarai di PN Palembang.
Hendra menuturkan, eksepsi tergugat II dalam rekonvensi itu hal yang benar, itu diluar kewenangan majelis hakim.
“Kami melihat penggugat rekonvensi untuk pencemaran nama baik itu salah besar. Karena dalam penyelesaian PHI pihak-pihak mana yang harus tanggung jawab. Dari awal penggugat konvensi menarik PT SB, karena PT SB memberikan pekerjaan kepada tergugat II, tidak ada pencemaran nama baik,” bebernya.
Dia berharap PT SB dibebankan membayar selisih pesangon, karena bukti dari Disnaker PT SB tidak mendaftarkan jenis pekerjaan penunjang sejak tahun 2013 sampai 2018.
Sebelumnya, Amril, ST., SH., MH, Ali Hanapiah, SH., dan Renaldo Anggriansyah, SH., advokat dan konsultan hukum dari Kantor Hukum A2R and Partners bertindak untuk dan atas nama mewakili kliennya Yenni Puspita Sari sebagai Direktur Utama PT Esbe Yasa Pratama selaku tergugat II konvensi/tergugat II rekonvensi dalam perkara Nomor: 32/Pdt.Sus-PHI/2021/PN.Plg, perkara Nomor: 33/Pdt.Sus-PHI/2021/PN.Plg, dan perkara Nomor: 34/Pdt.Sus-PHI/2021/PN.Plg.
Amril mengatakan, PT SB sebagai tergugat I konvensi diwakili Kuasa Hukumnya dari Kantor Hukum CBS yang diketuai oleh Chrishandoyo Budi Sulistiyo, SH., MH., dan PT Esbe Yasa Pratama sebagai tergugat II konvensi, yang digugat oleh mantan pekerjanya melalui kuasa hukumnya Hendra Wijaya, SH., di PHI pada PN Palembang Kelas I A Khusus.
Perkara berjalan sampai ke tahap jawab menjawab, Tergugat I konvensi melakukan gugatan rekonvensi. Bersangkutan menggugat penggugat konvensi yakni pekerja sebagai tergugat I rekonvensi.
“Kita selaku tergugat II konvensi ditarik juga sebagai tergugat II rekonvensi. Dalam dalil gugatan penggugat rekonvensi menuntut masalah kerugian inmateril, karena dengan adanya gugatan dari Pekerja/Penggugat Konvensi, nama baik PT SB/tergugat I konvensi tercemar. Sehingga mereka menggugat balik pekerja/penggugat konvensi /tergugat I rekonvensi,” terangnya.
Dia melanjutkan penggugat rekonvensi menuntut tergugat I rekonvensi dan tergugat II rekonvensi secara tanggung renteng untuk mengganti kerugian inmateril PT SB sebesar Rp1 miliar rupiah per nomor perkara.
“Tergugat II rekonvensi/tergugat II konvensi melakukan eksepsi terhadap gugatan rekonvensi yang diajukan oleh penggugat rekonvensi/ PT SB yang menuntut kerugian inmateril bukan merupakan kewenangan PHI,” ucapnya.
Dia mengaku bersyukur karena eksepsi diterima majelis hakim. Bahwa PHI pada PN Palembang Kelas I A Khusus tidak berwenang memeriksa gugatan Imateril yang diajukan PT SB dalam rekonvensi.
“Kami sepakat dengan majelis hakim, kami melakukan eksepsi bahwa itu bukan kewenangan PHI untuk melakukan pemeriksaan mengenai gugatan inmateril,” pungkasnya. (Ocha)