Palembang, Sriwijaya Media – Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Provinsi Sumsel bersama beberapa asosiasi penunjang pariwisata Kota Palembang keberatan atas pembatasan jam operasional diberlakukan pemerintah.
Bukan itu saja, razia di tempat keramaian di cafe and resto pun juga ditentang karena menganggu kenyamanan pengunjung.
Ketua GIPI Sumsel Herlan Aspiudin saat memberikan keterangannya di Palembang, Minggu (27/6/2021) menegaskan pihaknya bersama Masyarakat Sadar Wisata (MASATA), Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) Provinsi Sumsel, Forum Komunikasi Dunia Usaha Kuliner dan Usaha Palembang, FKPB, ASITA, ASPERAPI, ASPPI, Dewan Kesenian Palembang bersatu menyuarakan keberatan atas diberlakukannya pembatasan jam operasional.
“Kami kumpul disini ingin menyuarakan pembatasan jam operasional hingga pukul 21.00Wib. Kebanyakan para usaha kuliner buka dari sore, masak tutupnya pukul 21.00Wib, sehingga operasionalnya tidak maksimal,” terangnya.
Dia sangat menyayangkan masih adanya cafe and resto yang tetap beroperasi, meskipun kebijakan itu diberlakukan.
Seharunya pemerintah tegas menegakkan kebijakan pembatasan jam operasional selama pandemi Covid-19.
“Kami minta aparat yang melakukan razia ke tempat usaha harus dilakukan tepat sasaran, jangan mengambil kesempatan didalam kesempitan dimasa pandemi Covid-19,” katanya.
Sementara itu, Perwakilan PHRI Sumsel Agus Fatahila menambahkan sejauh ini ada penurunan dari segmen corporate, goverment yang biasanya melakukan event-event di hotel.
Disisi lain, hotel dan tempat hiburan di lapangan telah melakukan protokol kesehatan (prokes) seratus persen.
Bahkan setiap hotel sudah ada tempat cuci tangan, kewajiban memakai masker, cek suhu dengan sensor, hingga semprot cairan disinfektan ke kamar-kamar.
“Ya, mudah-mudahan kebijakan dari pemerintah sejalan dengan yang kita lakukan,” jelasnya.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah ASITA Sumsel Anthon Wahyudi menuturkan semenjak adanya Covid-19 memang untuk kedatangan orang ke Sumsel atau ke Kota Palembang menurun drastis hingga 80 persen.
“Ini terlihat dari berkurangnya frekuensi penerbangan. Jika dulu penerbangan dari dan ke Palembang bisa 60 kali flight, sekarang hanya 11 kali, itu saja barometer kita untuk melihat orang ke kota ini,” tegasnya.(ton)