Oleh
Pengamat militer sekaligus Direktur Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto
Jakarta, Sriwijaya Media- Semenjak Hadi Tjahjanto dilantik pada tahun 2017 menjadi Panglima TNI, sudah cukup banyak prajurit TNI yang tewas di Papua, mulai prajurit dari tingkat paling rendah dan yang terakhir TNI kehilangan perwira tinggi terbaik, Mayjen TNI (Anumerta) I Gusti Putu Danny Nugraha Karya.
Hal ini menyebabkan posisi Panglima TNI kembali menjadi sorotan.
Pengamat militer sekaligus Direktur Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto pada Sabtu (1/5/2021) menyatakan, jumlah korban berjatuhan bertubi tubi di tanah Papua. Baik korbannya adalah rakyat maupun
penghadangan terjadi berkali-kali di bumi Papua yang menewaskan cukup banyak prajurit TNI.
“Kepemimpinan Panglima TNI ini merupakan sebagai suatu kegagalan, sebab aksi penembakan oleh kelompok separatis terhadap aparat keamanan maupun sipil terus terjadi di Papua. Setelah korban sipil yakni guru dan siswa SMA, kali ini Kabinda Papua, Mayjen (Anumerta) I Gusti Putu Danny Nugraha Karya, menjadi korban penembakan. Ini perwira tinggi TNI, tidak main-main” tandasnya.
Diketahui, almarhum meninggal dunia saat baku tembak dengan KKB di Kampung Dambet, Distrik Boega, Kabupaten Puncak, Papua, pada Minggu (25/4/2021) sekitar pukul 15.50 WIT. Mayjen (Anumerta) I Gusti Putu Danny Nugraha Karya merupakan perwira tinggi TNI pertama yang meninggal dalam konflik di Papua.
Hari menjelaskan, di lapangan Panglima TNI terlihat gagal dan bimbang dalam memimpin TNI, terlihat sangat tidak menguasai tugas pokoknya.
Hari mengilustrasikan pembentukan Kogabwilhan III dengan diawaki oleh seorang Perwira Tinggi bintang tiga, membawahi Koops Pinang Sirih dengan pimpinan seorang Brigjen, membawahi 2 Satgas mobile yaitu Satgas Honai dan Satgas Baliem dengan tupok penindakan.
Koopsgab TNI Papua dipimpin Mayjen, dibagi menjadi 2 tupok yaitu Pamtas dan Pamrahwan membawahi 3 Kolakops. Pembentukan Satgas yang begitu kompleks.
“Ini seperti seolah-olah Panglima TNI menunjukkan serius menangani masalah di Papua. Namun pada kenyataannya ini dapat menghabiskan uang negara dan tidak membuahkan hasil apapun, bahkan korban berjatuhan semakin banyak dan kondisi semakin parah”.
Di sisi lain, menurut beberapa sumber, semua prajurit TNI yang beroperasi di Papua menderita poor pay. Karena itu Hari mempertanyakan penggunaan anggaran dukungan operasi berupa uang makan, uang saku dan tunjangan yang seharusnya menjadi hak prajurit apakah benar sampai di tangan prajurit.
“Bagaimana mungkin prajurit di lapangan dapat melakukan patroli dan pengejaran terhadap KKB dengan baik, kalau hak-hak nya berupa anggaran dukungan uang operasi tidak diterima sepenuhnya. Dalam hal ini perlu transparansi dari Panglima TNI. Pertama, berapa kekuatan riil yang tergelar. Kedua, apakah prajurit menerima hak nya sesuai dengan komponen dukungan operasi. Menjadi tugas Kemenku RI, Kemhan RI, DPR RI dan Pemeriksa, melakukan monitoring sejauh mana transparansi dari Mabes TNI selaku Pengguna Kekuatan dalam menggelar kekuatan riil dan sejauh mana prajurit menerima hak haknya dalam tugas operasi,” jelasnya.(wan)









