Dinilai Lalai Terapkan PPKM Mikro, Mendagri Tegur Keras Sumsel

IMG-20210503-WA0012

Palembang, Sriwijaya Media – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menilai Sumatera Selatan (Sumsel) tidak memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat berbasis mikro secara optimal. Akibatnya, angka penularan dan angka kematian di Sumsel meningkat pesat, bahkan melampaui persentase nasional.

Pemerintah daerah diminta untuk serius menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis mikro, terutama mendekati Idul Fitri.

Bacaan Lainnya

”Saya menilai belum ada PPKM di Sumsel,” ucap Mendagri Tito Karnavian kala mengunjungi Palembang, Sumsel, Minggu (2/5/2021).

Hal ini terlihat dari aktivitas masyarakat di Kota Palembang yang tidak menerapkan protokol kesehatan (prokes) dengan benar. Di Palembang, kafe dan restoran masih tetap buka hingga lebih dari pukul 22.00Wib, pasar masih ramai dan warga berkerumun di situ. Bahkan, masih banyak acara pernikahan yang tamunya tidak memakai masker.

”Padahal, di kota-kota lain, seperti Jakarta atau Bandung, tidak ada lagi restoran yang buka di atas pukul 22.00Wib,” ucapnya.

Situasi ini terjadi karena tidak adanya koordinasi antar-instansi terkait sehingga tidak tercipta konsep penanganan pandemi yang tegas.

”Tidak ada skenario siapa berbuat apa sehingga semua kegiatan berjalan secara auto pilot,” ucap Tito.

Padahal, koordinasi antar-instansi, seperti pemda, TNI/Polri, serta organisasi dan tokoh masyarakat, sangat diperlukan agar pelaksanaan PPKM bisa optimal mulai dari tingkat provinsi hingga ke tingkat rukun tetangga.

Tidak optimalnya PPKM berbasis mikro di Sumsel itu berdampak pada buruknya performa Sumsel dalam penanganan pandemi. Ini terlihat dari empat indikator pandemi di Sumsel yang sebagian besar menunjukkan tren negatif.

Untuk tingkat kesembuhan misalnya, Sumsel hanya mencatatkan tingkat kesembuhan 87,7 persen, lebih rendah dibandingkan angka nasional sebesar 91,3 persen. Sementara angka kematian 4,7 persen atau lebih tinggi dibandingkan angka nasional sebesar 2,7 persen. Adapun dari 1.600 tempat tidur yang tersedia di Sumsel, 59 persen sudah terisi pasien Covid-19. Angka ini jauh lebih tinggi dari sebagian besar wilayah di Indonesia, yakni di bawah 30 persen.

”Ini menandakan kurangnya pencegahan sehingga banyak yang tertular,” ucap Tito.

Bahkan, untuk di Palembang, tingkat keterisian tempat tidur mencapai 65 persen atau mendekati standar maksimal 70 persen.

”Sumsel sudah lampu kuning dan ini perlu menjadi perhatian.” katanya.

Sumsel sudah lampu kuning dan ini perlu menjadi perhatian. Masalah ini juga sempat diutarakan Presiden Joko Widodo ketika menggelar rapat penanganan Covid-19 bersama semua kepala daerah di Indonesia, Rabu (28/4/2021).

”Saya kaget ketika Sumsel menjadi ranking satu untuk tingkat penularan tertinggi dan keterisian tempat tidur. Sebagai putra daerah, adalah kewajiban saya untuk menyampaikan hal ini,” papar Tito.

Kondisi ini harus segera diantisipasi dengan langkah pendisiplinan yang ketat dalam melaksanakan PPKM berbasis mikro secara lebih optimal. Kegiatan di restoran atau di kafe, misalnya, harus dibatasi. Keterisian maksimal hanya 50 persen dari kapasitas dan tidak boleh beroperasi di atas pukul 22.00 WIB.

Kegiatan keagamaan atau acara lain harus dibatasi tidak boleh lebih dari 50 persen dari kapasitas ruangan. Jika dibiarkan, hal itu dapat mengundang kerumunan.

”Jika ada yang melanggar segera tindak tegas, baik peringatan, kalau perlu diberikan tindak pidana ringan,” ujar Tito.

Dalam pelaksanaan, lanjut Tito, diperlukan keterlibatan semua pihak, bahkan hingga ke tingkat rukun tetangga. Sumsel perlu berkaca dari beberapa daerah, seperti Sulawesi Selatan, yang mampu menekan Covid-19 dengan angka kematian 1,9 persen dan tingkat kesembuhan mencapai 97 persen atau Bali yang melibatkan para pecalang dalam melaksanakan PPKM berbasis mikro. Mereka bertugas mendeteksi para pendatang dan melakukan karantina jika ada yang positif atau belum melakukan tes.

Selain itu, di Nusa Tenggara Barat, setiap desanya sudah menerapkan PPKM berbasis mikro dengan menyediakan ruang karantina dan juga pusat pelayanan kesehatan. ”Saya harap Sumsel bisa melihat penanganan yang sudah dilakukan di daerah-daerah lain,” katanya.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Sumsel Nasrun Umar mengatakan, masukan dari Mendagri akan disampaikan kepada Gubenur Sumsel Herman Deru untuk kemudian dilakukan tindak lanjut. Mengenai pendisiplinan, pemda akan segera berkoodinasi dengan forum koordinasi pimpinan daerah untuk melaksanakan beragam kebijakan yang tujuan akhirnya adalah menekan tingkat penularan.

Upaya yang akan dilakukan misalnya dengan mulai membatasi aktivitas yang berpotensi menimbulkan kerumunan. Hasil dari pendisiplinan ini akan terus dievaluasi untuk melihat efektivitasnya.

”Kita akan mulai dalam waktu dekat ini. Apalagi sudah mendekati waktu hari raya,” ucap Nasrun.

Terkait penggunaan wisma atlet sebagai tempat isolasi, ujar Nasrun, hal itu akan diterapkan jika ada peningkatan angka kasus positif Covid-19 di Sumsel.

”Biasanya lonjakan akan terjadi seusai Idul Fitri,” ujarnya.

Kini, pemda sedang mempersiapkan alat yang dibutuhkan sebagai tempat isolasi dan juga ruang perawatan bagi pasien Covid-19. ”Di Wisma Atlet Jakabaring, Palembang, ini ada sekitar 540 tempat tidur yang bisa dimanfaatkan jika terjadi lonjakan kasus,” terangnya.

Tidak difungsikannya wisma atlet pada Agustus 2020 lalu disebabkan karena angka kasus positif di Sumsel menurun. Di samping itu, pemerintah membuka kesempatan bagi kabupaten/kota untuk menyediakan tempat isolasi di daerahnya masing-masing dan tidak tertumpu di Palembang lagi. ”Namun, jika memang jumlah kasus meningkat, wisma atlet akan dibuka kembali,” katanya.

Epidemiolog dari Universitas Sriwijaya, Iche Andriyani Liberty, menuturkan meningkatnya kasus positif di Sumsel tidak lepas dari meningkatnya mobilitas penduduk, terutama mendekati Lebaran. Dalam waktu satu bulan terakhir, angka positivity rate di Sumsel terus meningkat dari yang semula 27 persen pada awal April 2021 lalu kini sudah sekitar 30 persen. Angka itu jauh dari standar yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni di bawah 5 persen.

Tidak hanya itu, penularan Covid-19 di Sumsel juga semakin cepat. Pada awal April 2021, untuk mencapai 1.000 kasus positif di Sumsel dibutuhkan waktu sekitar 12 hari, tetapi kini sudah mencapai sembilan hari per 1.000 kasus. ”Ini merupakan yang tercepat sepanjang pandemi terjadi di Sumsel,” kata Iche.

Karena itu, ujar Iche, pemerintah juga harus meningkatkan pelacakan, pemeriksaan, dan pemulihan sehingga ketika ada kasus positif Covid-19 bisa langsung ditanggulangi. Contoh dari kepala daerah juga diperlukan. Jangan karena telah divaksin membuat masyarakat abai untuk menjalankan protokol kesehatan.

”Pengawasan dan pendisiplinan kepada masyarakat adalah hal yang sangat penting,” akunya.

Terpisah, Kapolda Sumsel Irjen Pol Prof Dr Eko Indra Heri S MM melalui Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol Drs Supriadi MM., Senin (3/5/2021) mengimbau dan mengajak warga Sumsel agar dapat melaksanakan prokes secara ketat, mulai mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, rajin memakai masker dan jangan berkerumun, hindari mobilitas masyarakat jangan mudik.

“Selain itu mari kita dukung program pemerintah menuju Indonesia Sehat dengan mengaplikasikan prokes secara ketat,: pungkas Supriadi.(jay)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *