Oleh :
Arfandi, Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial, Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan Universitas Syiah Kuala
Kata Logika menjadi salah satu kata yang sangat sering di dengar dalam kehidupan sehari-hari. Kata logika sering dikaitkan dengan kemampuan berpikir dengan masuk akal dan logis.
Dalam buku Introduction to logic menyebutkan bahwa logika berkaitan dengan studi dan metode untuk berfikir dan membedakan antara penalaran yang tepat dan penalaran yang tidak tepat.
Dalam kehidupan sehari-hari, logika merupakan hal yang penting untuk dimiliki. Sebab ini berkaitan dengan kemampuan penalaran terhadap memandang sesuatu dan pengambilan keputusan.
Di dalam tata kelola pemerintahan, logika menjadi sesuatu yang sangat krusial yang harus dimiliki oleh setiap abdi negara untuk menentukan baik-buruknya dalam pengambilan keputusan dan kebijakan publik.
Logika yang baik dalam pemerintahan akan menuntut serta memaksa untuk pemerintah terus berorientasi kepada hal baik yang akan menguntungkan masyarakat tentunya. Sesuatu yang dituntut dalam logika adalah berfikir, berfikir hanya dimiliki oleh manusi, dan yang menjalankan pemerintahan mulai dari pengambilan keputusan, pengaturan, pemberdayaan dijalankan oleh manusia menjadi satu alasan penting mengapa logika dijadikan landasan subtansional dalam pemerintahan.
Sejatinya, logika akan mengantarkan setiap orang kepada penalaran panjang yang berujung kepada penilaian terhadap sesuatu. Sebab logika bertujuan untuk menilai dan menyaring pemikiran dengan cara serius dan terpelajar serta mendapatkan kebenaran terlepas dari segala kepentingan dan keinginan seseorang, tidak terkecuali pemerintah.
Semua keputusan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah akan menjadi konsumsi logika masyarakat secara umum. Nah, dalam tulisan ini penulis ingin memaparkan bagaimana kebijakan pemerintah yang dinilai melalui berbagai perspektif logika yang berkembang dalam masyarakat.
Persoalan yang paling hangat dalam dua tahun terakhir ini adalah persoalan Covid-19, pandemi ini merupakan pandemi kontroversial yang awalnya sangat-sangat ditakuti oleh sebagian besar masyarakat Indonesia namun lambat laun banyak teori-teori yang berkembang dalam masyarakat yang menunjukan turunnya trust terhadap pemerintah mengenai pandemi ini.
Menurun dia, trust ini tentunya berkembang melalui penalaran dan cara berfikir masyarakat setelah melihat semua keputusan yang dikeluarkan dalam rangka mengatasi persoalan ini. Baru-baru ini pemerintah mengeluarkan sebuah kebijakan tentang larangan mudik dimana kebijakan ini langsung mendapat berbagai respon dari masyarakat, ada yang menilai bahwa kebijakan ini wajar untuk memutus penyebaran pandemi secara luas.
Disisi lain, kebijakan ini mendapat kritikan yang sangat keras karena kebijakan ini diiringi dengan tetap dibukanya kegiatan pariwisata dan masih masuknya warga negara asing ke Indonesia, dimana negara yang masuk merupakan salah satu negara dengan zona merah dan terparah terkena pandemi ini. Hal ini membuat logika dan nalar berfikir masyarakat “bekerja keras”, sebab banyak sekali paradoks yang terjadi setelah kebijakan itu dikeluarkan.
Di Aceh, ada sebuah kebijakan pembatasan terhadap jam malam untuk cafe-cafe dan warung kopi, bahkan kebijakan ini telah berhasil menutup atau menyegel beberapa warung kopi. Disini jika kita berfikir logis kebijakan ini sangat aneh, bagaimana tidak pembatasan jam malam ini diikuti dengan pembebasan jam sebelum jam sebelas malam. Artinya semua orang-orang akan berkerumun dan berkumpul di warung kopi ataupun cafe sebelum jam tersebut, bahkan akan meningkat pada saat sebelum jam sebelas malam, nah apakah pada jam tersebut Covid-19 tidak dapat menular ? logika dan nalar kitalah yang dapat menjawabnya.
Selain itu, baru-baru ini juga pemerintah Aceh mengeluarkan kebijakan algomerasi, dimana membagi wilayah-wilayah Aceh kedalam berbagai zona, dimana daerah yang masuk dalam satu zona akan bebas keluar masuk kedalam daerah itu. Disini juga nampaknya pemerintah mengambil keputusan yang aneh dan un logika. Sebab logika menuntut pemerintah untuk mengeluarkan sesuatu keputusan berdasarkan kajian terpelajar dan berfikir logis. Keputusan ini dinilai tampa adanya kajian mendalam, sebab ada sebagian daerah yang masuk kedalam satu zona tetap saja tidak bisa melintasi daerah zonanya dikarenakan terbatas oleh perbatasan pada provinsi lain.
Nah keputusan seperti inilah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah menciptakan spektrum trust atau kepercayaan kepada pemerintah menurun. Ada banyak sekali keputusan yang diambil pemerintah justru malah menjadi bumerang kepada pemerintah yang membuat tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah menurun drastis.
Disini peran penting logika pemerintah itu harus bekerja. Logika yang dimiliki pemerintah seharusnya adalah logika bebas yang hanya tunduk pada hukum dan konstitusi bukan kepada kepentigan pribadi. Banyak yang bertanya apakah sebenarnya pemerintah bekerja tanpa logika, jawabannya tentu tidak, mereka tentunya berkerja menggunakan logika, namun sayang ada sebagian dari mereka tidak memiliki logika murni lagi yang berorientasi kepda kepentingan masyarakat.
Apabila pemerintah tetap pada ideologinya serta logika murni yang mereka miliki pasti barang tentu kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dapat meroket tajam. Paradoks-paradoks yang terus-menerus terjadi menyebabkan masyarakat berfikir dan menilai logika pemerintahan telah rusak, tidak hanya pada persoalan ini saja, tetapi banyak sekali persoalan yang terjadi yang sebenarnya menabrak logika dan kemampuan nalar manusia. Semua itu terjadi akibat logika yang telah diracuni oleh kepentingan pribadi dan sekelompok orang.
Sudah saatnya pemerintah berbenah, beranjak dari kecacatan berpikirnya yang hanya berorientasi pada kepentingan pribadi. Sebab pemerintah adalah salah satu harapan masyarakat untuk menggantungkan hidupnya setelah Tuhan. Mari memperbaiki logika kembali kepada logika murni dan bersih sehingga suatu saat akan datang kecintaan masyarakat kepada pemerintahnya juga hal ini tentunya berdampak positif terhadap keberlangsungan pemerintahan kita menuju Good Governance.