Palembang, Sriwijaya, Media – Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sumsel menghadiri kegiatan Rapat Koordinasi (Rakor) sosialisasi Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK) beserta turunannya dan pemantauan penanaman modal di Sumsel, di Palembang, Selasa (23/3/2021).
Turut hadir didalam acara tersebut antara lain Asisten Deputi Strategi dan Kebijakan Percepatan Investasi Kementerian Ekonomi (Kemenko) bidang Maritim dan Investasi Republik Indonesia (RI) Feri Akbar, S.IP., M.Si., Kepala DPMPTSP Sumsel Dra Hj Megaria, M.Si., Perwakilan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Sumsel Husyam Usman, dan undangan lainnya.
Kepala DPMPTSP Sumsel Dra Hj Megaria menyatakan kegiatan ini dalam rangka sosialisasi UUCK yakni Undang-Undang Nomer 11 tahun 2020, dimana ada beberapa turunannya yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 tentang penyelenggaraan perizinan berbasis resiko.
“rakor ini pada intinya dalam rangka untuk percepatan usaha dan untuk peningkatan pertumbuhan kita dari sisi investasi Provinsi Sumsel,” ujarnya.
Menurut dia, banyak sekali masukan dalam rakor ini karena disini hadir dari Kementerian ATR/BPN, terkait program-program Jalan Tol Trans Sumatera yang saat ini lagi berproses, termasuk pula masalah pembebasan lahan.
“Rakor ini juga diikuti secara virtual oleh DPMPTSP kabupaten/kota, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Dalam hal ini akan mengemas potensi-potensi diseluruh kabupaten/kota di Provinsi Sumsel,” ungkapnya.
Masih menurutnya, kedepan dengan Undang-Undang Nomor 11 ini akan lebih mudah lagi memberikan kemudahan, seperti dengan dikelompokkan menjadi resiko rendah, resiko menengah, dan resiko tinggi.
“Jadi tidak semua harus izin sekarang, cukup NIB saja itu kalau dianggap beresikonya kecil. Itu sudah mempermudah, kecuali resiko tinggi baru dibentuk izin, berarti lebih simple. Turunan dari mineral dan batu bara, Undang-Undang Nomer 3 itu, kita masih menunggu dari pusat,” katanya.
Perwakilan KADIN Sumsel Husyam Usman menambahkan pihaknya melihat apa yang dipaparkan itu tujuannya ingin ada percepatan investasi didaerah.
“Hanya saja ada persoalan di lahan, persoalan lahan ini masih belum sinkron, masih banyak titik-titik dibeberapa daerah dinas maupun instansi yang mengelola tanah. Pertama mungkin di ATR/BPN, dibidang kehutanan, daerah perkebunan, jadi masing-masing dia punya otoritas untuk kewenangan sendiri-sendiri tentang lahan,” bebernya.
Lanjutnya, kendala juga ada di Kepala Daerah, kalau selama ini memiliki kewenangan untuk mengesekusi jumlah lahan, masih ada kewenangan daerah dibawah 5 hektar lahan bisa dieksekusi dari Bupati, Walikota, ataupun Gubernur.
Tapi untuk diatas itu mungkin ada kewenangan dari pusat yakni di Kementerian. Ini yang perlu diclearkan betul, karena kalau lahan kurang jelas, maka investasi sulit masuk, sekalipun perizinan dan sebagainya dimudahkan. Karena itu adalah suatu hal yang mendasar dan penting untuk disatu sisi investasi.
“Investor masuk itu pertama kali ingin merasa nyaman, dan pasti mencari keuntungan. Jangan sampai mencari keuntungan itu justru tidak menguntungi daerah. Buat apa dia secara hitungan statistik ada investasi masuk, tetapi tidak ada efek buat masyarakat. Sebagai contoh dia bangun pabrik, tetapi pekerjanya tidak ada lokal, harus ada konten lokal, itu harus ada proteksi dari Kepala Daerah dan harus ada proteksi dari Undang-Undang,” pungkasnya.(ton)