Kiyai Marogan Pemilik Sah Lahan Pulau Kemaro, Ketua KRASS Ingatkan Pemkot Tak Tutup Mata

IMG_20210306_133927

Palembang, Sriwijaya Media-Dzuriyat Kiyai Marogan atau bernama asli Mgs Abdul Hamid mengklaim sebagai pemilik sah atas seluruh tanah Pulau Kemaro seluas 87 hektar, termasuk 30 hektar lahan yang diklaim milik Pemkot Palembang.

Kepemilikan atas lahan tersebut didasarkan atas Putusan Mahkamah Agung (MA) No : REG.3863K/PDT/1987.

Bacaan Lainnya

“Kami mengingatkan Pemkot Palembang untuk tidak tutup mata. Sebab dzuriat Kiai Marogan merupakan pemilik lahan yang sah. Sebelum masuk permohonan eksekusi, Pemkot harus koordinasi secara baik-baik. Kami juga telah mengonfirmasikan ini ke Dinas PUPR Palembang,” kata Ketua Komite Reforma Agraria Sumatera Selatan (KRASS) Dedek Chaniago dalam keterangan persnya di Sekretariat KRASS, Jumat (5/3/2021).

Menurut Dedek, pada tahun 2014 lalu pihak Dzuriyat sempat melakukan somasi dan dilakukan musyawarah. Namun hingga saat ini belum ada titik terang.

Jika hal ini terus dibiarkan saja tanpa ada kordinasi dari Pemkot ke dzuriyat, maka hal ini akan diajukan eksekusi pengadilan atas kepemilikan tanah di Pulau Kemaro. Secara otomatis, tidak diperkenankan adanya aktivitas di tanah yang sedang proses eksekusi.

“Pada dasarnya Dzuriyat ingin Pemkot berkoordinasi. Pihak dzuriyat tak mempermasalahkan jika lahan ini ingin difungsikan jadi tempat wisata, museum, atau dijadikan Benteng Pertahanan Kesultanan Palembang dengan konsep tempat wisata air. Tapi silakan koordinasi dengan zuriat,” terangnya.

Bahkan dimasa Wako Palembang almarhum H Romi Herton pernah disomasi Dzuriyat Kiyai Marogan agar jangan membangun di Pulau Kemaro sebelum hak dari Dzuriyat Kiyai Marogan dipenuhi.

“Almarhum Romi Herton bilang tidak perlu ke pengadilan, kita selesaikan secara musyawarah dan terjadi musyawarah sebanyak dua kali. Namun tidak mendapatkan hasil karena keburu ada pilwako. Akhirnya terbengkalai hingga saat ini,” tuturnya.

Dia melanjutkan Dzuriyat Kiyai Marogan tidak ingin lagi di PHP (Pemberi Harapan Palsu) oleh Pemkot Palembang seperti yang terjadi sebelumnya. Termasuk didalamnya Klenteng,  Bugalow, dan lainnya yang berada diatas lahan Pulau Kemaro.

Dari data yang dimiliki, Kiyai Marogan atau Mgs Abdul Hamid lahir pada tahun 1236 H atau 1802 M, merupakan nasab dari Sultan Abdul Rahman. Pertama kali Palembang dan masuk dalam silsilah keturunan Rasululloh SAW ke 34.

Pada tahun 1881, Kiyai Marogan membeli tanah dari Adjidin, dan pada tahun yang sama meminta lima orang yang dipercaya untuk menunggu dan mengolah tanah tersebut dengan dibuktikan surat perjanjian. Namun dalam perjalanan waktu, tanah tersebut ingin dikuasai kelima orang tersebut.

Sehingga pada pada tahun 1985 ketiga cucunya menggugat ke Pengadilan Negeri (PN) Palembang dan diputuskan tanah tersebut merupakan hak milik Kiyai Marogan.

Bahkan, kelimanya sempat melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi (PT), namun putusan PT menguatkan putusan PN. Bahkan hingga ke tingkat kasasi pada 1987 ke MA, putusannya menguatkan putusan PN.

Tak sampai disitu, tanah milik Kiyai Marogan sempat ingin diserobot oleh PT Intan Sikunyit dan menggugat putusan 1987 karena ada Hak Guna Bangunan (HGB). Namun putusan hakim hanya menangguhkan eksekusi, bukan membatalkan putusan MA.

Akhirnya pada tahun 2004, dzuriyat Kiyai Marogan memasukkan surat penawaran surat ganti rugi ke klenteng, namun tak ditanggapi. Sehingga ketika itu, dzuriyat mematok tanah tersebut. Saat itu, pihak klenteng sempat melaporkan ke polisi, namun ketika ditunjukkan bukti sah sehingga akhirnya polisi tak menanggapi laporan pihak klenteng.

Selanjutnya, pada tahun 2004 Pemkot Palembang mematok tanah tersebut lewat RT, Lurah dan agraria dengan dalih telah memiliki surat jual beli pada tahun 1957 dari Oesman dan ternyata setelah dicek nama Oesman tak masuk dalam dzuriyat Kiyai Marogan. Oesman pun disebut-sebut merupakan mafia tanah.

Lalu pada tahun 2014, dzuriyat melakukan somasi ke Pemkot Palembang dan ketika itu Pemkot akhirnya merespon dan menyebutkan bahwa jika memang tanah tersebut memiliki bukti sah agar dimusyawarahkan saja dan tak perlu ke pengadilan.

Namun bukan solusi atau koordinasi yang didapatkan, hingga kini pun pihak Pemkot tak menindaklanjuti dan terus melakukan kebijakan seperti akan membangun tempat wisata air dan sebagainya.

Sayangnya, saat akan dikonfirmasi melalui selulernya malam hari, Kepala Dinas Pariwisata Kota Palembang Isnaini Madani tak kunjung diangkat.(Ocha/rel)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *