Sales TBS Tergerus Ditengah Pandemi, Dani Cukupi Kebutuhan Hidup Dengan Menanam Sayur Mayur 

IMG-20201127-WA0008

Subulussalam, Sriwijaya Media-Pandemi Covid-19 telah berdampak luar biasa bagi sektor dunia usaha di Indonesia, termasuk di Kota Subulussalam, Provinsi Aceh. Tak sedikit dunia usaha yang ikut terpuruk hingga para pelakunya harus menghadapi situasi perekonomian yang semakin sulit.

Kendati demikian, masih ada bidang usaha ditengah masyarakat yang mampu bertahan ditengah gelombang pandemi tersebut.

Bacaan Lainnya

Salah satunya adalah bidang usaha pertanian dan perkebunan. Seperti yang dilakukan oleh sebagian masyarakat di Aceh, tepatnya di Kecamatan Rundeng, Kota Subulussalam. Perkebunan kelapa sawit menjadi benteng ketahanan ekonomi masyarakat Kecamatan Rundeng ditengah pandemi Covid-19.

Hasil dari perkebunan kelapa sawit mampu mencukupi keperluan rumah tangga dimasa saat sekarang ini.

Hamdani, satu dari ratusan petani kelapa sawit Kecamatan Rundeng, Kota Subulussalam, tetap konsen menggeluti kebun kelapa sawit. Pria kelahiran 17 September 1972 silam saat dikonfirmasi Senin (23/11/2020) mengklaim optimistis menekuni di bidang perkebunan kelapa sawit miliknya, meski sales atau  penjualan buah sawit sangatlah kecil akibat harga tandan buah segar (TBS) yang sangat rendah yang diakibatkan oleh sulitnya menjual hasil panen sawit ke pabrik.

Disisi lain, perawatan pohon sawit harus tetap berjalan dan harga pupuk yang terbilang cukup tinggi. Meski begitu, Dani, sapaan akrabnya ini tetap bertahan mengurusi 1 (satu) hektar kebun kelapa sawit miliknya.

“Selama pandemi, pabrik kelapa sawit berjalan lamban karena adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Sementara, banyak petani termasuk saya sendiri tidak memiliki sarana untuk mengangkut buah kelapa sawit ke pabrik. Kami bergantung pada pihak lain yang makin membebani pengeluaran,” kata Dani yang kini telah dikaruniai 7 anak dengan rincian 5 anak laki-laki dan 2 anak perempuan.

Pada saat titik masa pandemi, buah kelapa sawit turun hingga dibawah Rp1.000 per kilogram ditingkat  petani. Terbukti, harga dibawah Rp.1.000 sangat sulit bagi Dani untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, apalagi saat ini anaknya masih kecil-kecil dan masih mengejar pendidikan.

Dani menceritakan dalam sebulan kebun kelapa sawitnya mampu produksi dikisaran 1,2ton hingga 2 ton. Asumsinya jika rata-rata 1 kg dihargai Rp1.000, maka perolehan hasil dari menjual TBS sekitar Rp1,2juta hingga Rp2juta per bulan.

Untuk menutupi dan memenuhi kebutuhan hidup, Dani memanfaatkan pekarangan samping dan belakang rumah berukuran 3×6 meter untuk menanam sayuran, seperti terong, katu, bayam, ubi, cabai, tomat, dan kacang panjang.

Aksi tanam sayur mayur perdana itu terpikir pasca pemerintah menetapkan PSBB pada Mei 2020.

Saat ini, upaya mendukung ketahanan pangan berbuah manis. Disatu sisi Dani disibukkan dengan memanen kelapa sawit, namun disisi lain, saat waktu senggang, Dani menuai panen sayur mayur.

“Alhamdulillah, panen cabai, kacang panjang, katu dan lainnya mampu mencukupi kebutuhan makan sehari-hari. Kalau istri memasak, paling memetik dan mengambil sayuran yang ada disamping dan belakang rumah. Ya, minimal tidak menggerus penghasilan dari penjualan kelapa sawit,” aku Dani.

Sementara hasil dari penjualan kelapa sawit digunakan untuk membayar operasional angkut, pupuk, listrik rumah, biaya sekolah anak dan kebutuhan lain.

Melihat aksi tanam sayur mayur dipekarangan rumah berbuah manis, sebagian kecil warga di Kecamatan Rundeng mencoba peruntungan dengan ikut menanam sayuran dipekarangan rumah.

Sebagian besar warga berharap wabah pandemi Covid-19 cepat berlalu dan aktivitas kembali normal sedia kala.(mha)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *