Terkait Omnibuslaw,  Ini Tanggapan Pakar Hukum Firman

IMG_20201006_195455

Palembang, Sriwijaya Media – Disahkan Omnibuslaw Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) mendapat sorotan dari pengamat hukum Palembang Dr H Firman Freaddy Busroh.

Menurut Firman, kalau mengacu kepada dasar hukum Undang-Undang No 11 tahun 2011 tentang pembentukan perundang-undangan, disana tata urutan pertama konstitusi, TAP MPR, Undang-Undang (UU), Perppu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah, Peraturan Daerah dibagi provinsi, kota, dan kabupaten.

“Saya menyarankan kalaupun memang Omnibuslaw mau dipakai, dimasukan ke dalam hukum tata Indonesia, maka UU itu harus direvisi dahulu. Omnibuslaw terdiri dari Omnibush dari kata untuk segala-segalanya, Omni itu banyak, ini berasal dari bahasa Yunani, satu peraturan kemudian dia menyelesaikan beberapa peraturan,” terangnya.

Firman mengaku ini merupakan konsep baru, pertama kali beberapa negara, termasuk di Amerika. Tapi dinegara itu bukan Omnibuslaw, tapi Omnisbill, karena didalam tata Indonesia tidak ada ada istilah Bill, tapi Law, hukum (Law), maka disebutlah Omnibushlaw. Kalau di Amerika sistemnya juga berbeda.

“Saran saya harus diubah dahulu, karena ini ada problematika Peraturan Perundang-undangan,” katanya.

Lanjutnya, Omnibushlaw itu seperti gurita, yang dapat mencabut sana dan disini. Padahal didalam azas peraturan Perundang-undangan, bahwa yang namanya mencabut suatu peraturan adalah pejabat yang memang mengeluarkannya atau dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) atau Mahkamah Konstitusi (MK) melalui pembatalannya untuk pencabutannya.

Sedangkan mekanisme UU yang kemudian mencabut UU setara tidak mungkin dilakukan kalau dalam tata asas, karena setingkat.

Ditambahkannya, jadi yang bisa mencabut atau meniadakan itu kalau UU nya lebih tinggi, itu namanya asas, tetapi itu tidak serta merta langsung mencabut, harus pencabutan peraturan yang sejenis.

Misalnya, UU mencabut sebelumnya tapi belum bisa mencabut UU tetangganya, Omnibushlaw seperti itu. Makanya kalau memang memasukkan kedalam sistem tata Indonesia, harus diubah dahulu, jadi dasar hukumnya kuat.

“Tetapi terkait ini belum dibenarkan kalau dalam tata urutan, dan bisa berbahaya kalau dipaksakan,” tegasnya.(ton)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *