Banyuasin, Sriwijaya Media – Sidang dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Balai Banyuasin melibatkan oknum polisi berpangkat Kompol Doran Sharagih, SH., terhadap istrinya Elpridawati Purba, S.Pd., Rabu (30/9/2020) nyaris ricuh.
Pasalnya, korban tidak terima keterangan dari ketiga saksi yakni, Aristo Wisesa Sharagih, Fransiska Sarumpaet dan Elfrida Lavenia Simarmata yang tidak sesuai dengan realita dilapangan.
Padahal para saksi melihat dan menyaksikan ketika penganiayaan yang menyebabkan jemari tangan dan bahu kiri korban terbentur akibat dorongan terdakwa.
Sidang dibuka oleh Ketua Majelis Hakim Dr H Yudi Noviandri, SH., MH., didampingi anggota Silvi Anani, SH., MH., dan Erwin Tri Surya Anandar, SH., dengan agenda mendengarkan keterangan saksi korban atas permintaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendra Mubarok.
“Sidang mendengarkan keterangan saksi ini, bukan untuk saling berdebat. Silakan jelaskan jawaban saksi, apakah ada perubahan dengan pertanyaan sebelumnya,” kata Ketua Majelis Hakim, Yudi yang meminta jaksa segera memberikan pertanyaan.
Anggota majelis hakim Silvi pun meminta saksi jangan berbicara dulu, apalagi bertanya.
“Hakim dan jaksa yang bertanya, saksi menjawab agar tidak terjadi perdebatan seperti diluar sana,” timpal Silvi.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Marulam Simbolon, SH., menambahkan bahwa kliennya tidak mungkin melakukan kekerasan terhadap istrinya.
“Apa yang dituduhkan itu tidak benar dan tudingan itu hanya sepihak,” singkat Marulam.
Korban Elpridawati Purba, S.Pd., didampingi ibu kandungnya, Rosmawati Hutagalung hanya bisa pasrah dan meminta kepada pihak Majelis Hakim PN Pangkalan Balai dapat memberikan keadilan yang seadil adilnya.
“Saya minta dengan rendah hati kepada Ketua Majelis Hakim dan anggota hakim agar dapat menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada terdakwa. Karena terdakwa ini orang yang mengerti hukum dan seorang polisi,” tutur Elpridawati.
Elpridawati menyesalkan keterangan para saksi yang dianggap menutup-nutupi fakta dilapangan dengan berdalih tidak melihat dan mendengar aksi KDRT yang dilakukan terdakwa. Padahal para saksi pada saat itu berada di lokasi kejadian.
“Saksi ini melihat dan berada di lokasi,” jelas Elpridawati.
Diketahui, mencuatnya kasus KDRT ke meja hijau PN Pangkalan Balai ini atas dasar laporan korban Elpridawati ke Polda Sumsel dengan No LPB/732/IX/2018/SPKT tanggal 24 September 2018 lalu.
Korban telah mengalami kekerasan fisik dan psikis saat berada di rumah terdakwa berdomisili di Jalan Perum Tiga Putri Kencana Blok H5 RT 31 RW 05 Kelurahan Tanah Mas, Kecamatan Talang Kelapa, Banyuasin.
Bukan itu saja, korban pun diusir paksa dalam keadaan sakit, serta dipaksa keluar dengan memakai baju daster tanpa pakaian dalam.
Sehingga kasus ini masuk dalam Perkara pidana umum No 198/Pid.Sus/2020/PN Pkb disidangkan di PN Banyuasin/PN Pangkalan Balai tanggal 5 Mei 2020. (indra)