Pakar HTN : Secara Konstitusional Keabsahan Presiden Jokowi Final

IMG_20200707_212951

-Putusan MA Terkait Hak Uji Materiil PKPU No 5/2019

Jakarta, Sriwijaya Media – Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Muslim Indonesia Makassar, Dr Fahri Bachmid, SH., MH., membedah putusan Mahkamah Agung (MA) perihal gugatan uji materiil (jucial review) Pasal 3 ayat 7 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5/2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Kurso, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum.

Dikatakan Fahri Bachmid, putusan MA yang mengabulkan gugatan pendiri Yayasan Pendidikan Soekarno Rachmawati Soekarnoputri dan kawan-kawan tersebut tidak memiliki implikasi yuridis apapun terhadap kedudukan Jokowi-KH Ma’ruf Amin sebagai pemenang Pilihan Presiden (Pilpres) tahun 2019 lalu.

“Secara konstitusional keabsahan Presiden Jokowi telah final. Putusan MA ini tidak ada dampaknya sama sekali, karena secara teknis hukum memang beda, baik dari aspek yurisdiksi kewenangan antara MA dan MK maupun fungsionalisasi serta kepentingan peradilan dalam memutus perkara itu,” ujar Fahri, Selasa (7/7/2020).

Kemudian, dirinya meminta semua pihak tenang dan tidak berpolemik atas dikabulkannya permohonan gugatan uji materiil Rachmawati dkk oleh MA tersebut.

Sebab, hasil sengketa Pilpres yang diputuskan oleh MK sudah final dan mengikat dan tidak ada upaya hukum apapun yang tersedia untuk mempersoalkannya lagi.

“Saya berpendapat persoalan ini harus kita dudukan secara hukum agar tidak terjadi kegaduhan-kegaduhan, atas tafsir serta opini yang keliru yang dikembangkan. Produk putusan MK sudah menyelesaikan semua hal terkait dengan sengketa hasil Pilpres 2019. Kalau hari ini muncul putusan MA, itu tidak terkait dengan keabsahan Jokowi sebagai presiden,” ungkapnya.

Lanjutnya, MA memang diberi kewenangan  konstitusional untuk menguji peraturan perundang-undangan dibawah UU terhadap UU.

Disebutkan Fahri, putusan MA yang mengabulkan gugatan Rahmawati dkk yang didaftarkan pada 14 Mei 2019 lalu, itu tidak termasuk kasus konkrit terkait sengketa hasil Pilpres.

“Karena ini merupakan pengujian norma abstrak, bukan melakukan pengujian kasus kongkrit terkait sengketa hasil Pilpres 2019, itu merupakan hal yang biasa dalam sistem hukum nasional kita saat ini,” bebernya.

Ditambahkannya, jika gugatan Rachmawati dkk dikaitkan dengan sengketa hasil Pilpres, Fahri memaparkan, hal itu tidak tepat karena hasil sengketa Pilpres 2019 yang bersifat kongkrit sudah diadu melalui mekanisme ketatanegaraan dan proses ajudikasi yang bersifat imparial serta objektif oleh MK.

Dengan demikian, kata dia, putusan MK bernomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019 tentang Pilpres sudah final dan mengikat serta tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun, itulah konsekwensi dari sistem demokrasi konstitusional dan negara hukum yang demokratis yang kita anut,” tegasnya.(ton/rel)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *