-Terkait Mewabahnya DBD
KAYUAGUNG- Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) OKI M Lubis diduga melakukan pembiaran terkait mewabahnya demam berdarah dengue (DBD) yang terjadi di sebagian kecamatan dalam Kabupaten OKI.
Mewabahnya gigitan nyamuk aedes aegypti itu sudah terjadi sejak beberapa bulan terakhir dengan menyerang didominasi anak-anak. Namun sayang, tidak ada action dari dinas terkait. Bahkan sejumlah anak-anak dinyatakan meninggal dunia karena terserang DBD.
Kendatipun sebagian besar warga menggerutu dan mengeluhkan sikap pemerintah melalui media sosial karena tidak adanya action, namun tetap tak direspon pemerintah.
“Aneh juga pemerintah kabupaten OKI, dalam hal ini Dinkes OKI menyikapi merebaknya DBD ini. Masak, sudah dua bulan terakhir tidak ada tindakan. Apakah perlu ada korban baru pemerintah bertindak,” kata Sam, salah satu warga Kayuagung, Rabu (20/2).
Dia menilai Dinkes OKI terkesan melakukan pembiaran tanpa ada upaya kongkret melakukan aksi fogging dan penyebaran abate.
Dia pun mempertanyakan apakah sudah banyak korban ataupun disebut kejadian luar biasa baru pemerintah mau bertindak.
“Apa pemerintah sudah bangkrut sehingga tidak ada anggaran untuk melakukan aksi fogging dan membagikan abate,” terangnya.
Dia berharap pemerintah lebih mawas diri dalam menyikapi kejadian mewabahnya DBD ini.
Diketahui, DBD telah mewabah di sejumlah kecamatan dalam Kabupaten OKI seperti di sejumlah kelurahan dalam Kecamatan Kayuagung, SP Padang, Tulung Selapan, Air Sugihan, Pedamaran, Cengal, dan kecamatan lainnya. Bukan saja kalangan usia dewasa, anak-anak pun banyak terserang DBD.
Sejumlah warga sempat memprotes kinerja Dinkes OKI dengan memposting status dimedia sosial terkait mewabahnya DBD. Bahkan memberikan masukan dan saran ke facebook Wakil Bupati OKI. Namun sayang tak digubris.
Menyikapi hal itu, Kadinkes OKI M Lubis membantah tudingan sejumlah warga kalau Dinkes OKI tak bekerja dan melakukan pembiaran menyikapi mewabahnya DBD.
Kendatipun belum melakukan action, namun pihaknya mengklaim memiliki anggaran untuk lakukan fogging dan penyediaan abate.
“Tentu untuk melakukan fogging sangat terbatas. Tidak bisa dilakukan secara massal. Kami setiap hari ke RSUD Kayuagung, tapi tidak terdeteksi kasus DBD. Hanya di Kelurahan Sukadana saja terdeteksi sehingga dilakukan fogging karena pasien DBD tinggal disana,” jelas Lubis.
Dia berharap warga dapat melakukan 3 M+ yakni mengubur barang bekas, menguras tempat penampungan air dan menutup tempat penampungan air plus menghindari gigitan nyamuk dengan tidur memakai kelambu dan obat nyamuk.
“Jika kami melakukan fogging massal dan daerah itu tidak ada kasusnya, kami yang diperiksa. Makanya untuk melakukan fogging harus ada kasusnya dengan mengecek ke rumah sakit,” katanya.(abu)