KAYUAGUNG- Sidang lanjutan perkara dugaan ijazah palsu melibatkan oknum anggota DPRD OKI Arpan Hadi sebagai terdakwa kembali digelar di Pengadilan Negeri Kayuagung, Kamis (11/1).
Sidang yang digelar di Ruang Sidang Utama PN Kayuagung tersebut memasuki agenda pemeriksaan terdakwa terkait penggunaan ijazah palsu.
Majelis hakim diketuai Bambang J Winarno bersama dua hakim anggota RA Asri Ningrum dan Irma Nasution dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Beny Wijaya dan Niku dibuka sekitar pukul 11.00WIB.
Dalam keterangannya, terdakwa Arpan Hadi mengaku bahwa dirinya telah menjadi mahasiswa di Perguruan Tinggi Universitas Azzahra Jakarta sejak tahun 2006 lalu, dimulai dari semester I tahun 2006.
Anehnya, meskipun berdalih masuk Universitas Az Zahra Jakarta sejak tahun 2006 lalu, tapi terdakwa tidak pernah mengisi Kartu Rencana Studi (KRS) untuk tiap semestarnya.
“Jika dalam setiap semesternya tidak mengisi KRS, apakah dalam setiap semester terdakwa menggunakan sistem SKS,” tanya ketua majelis Hakim.
Pertanyaan yang sangat umum bagi tiap orang yang pernah menjadi mahasiswa tersebut membuat terdakwa kaget. Pasalnya, terdakwa justru tidak bisa menjelaskan dan menjawab pertanyaan hakim.
Selain itu, terdakwa juga tidak begitu memahami berapa Sistem Kredit Semester (SKS) yang diperolehnya dalam satu semester.
“Jadi jika tidak dengan sistem SKS, maka sistem apa yamg digunakan pada saat saudara kuliah. Sebab saya saja yang sudah lebih dari 20 tahun kuliah juga menggunakan SKS,” ucap hakim.
Pernyataan terdakwa bahwa dirinya bukanlah mahasiswa pindahan dan menempuh pendidikan S 1 di Universitas Azzahra Jakarta mulai dari semester 1 tersebut terbantahkan, juga dengan surat keterangan dari Dirjen Dikti. Dimana dalam surat keterangan tersebut dijelaskan bahwa terdakwa merupakan mahasiswa pindahan dengan nilai dari perguruan tinggi lain yang di konversi.
Selain itu, berdasarkan surat kopertis yang diajukan jaksa ke persidangan, terdakwa tidak terdaftar sebagai mahasiswa fakultas hukum di Universitas Jakarta.
Pada kesempatan itu, JPU dari Kejaksaan Negeri OKI, Niku SH memperlihatkan bukti blanko pendaftaran mahasiswa baru di tahun 2009.
Terdakwa juga menolak beberapa keterangannya sendiri yang berada dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Pasalnya, meskipun BAP tersebut ditandatangani oleh terdakwa. Tapi dirinya merasa terkesan dipaksa karena supaya cepat selesai.
“Kuliah di Jakarta hanya hari Sabtu, namun untuk yang di Hotel Raden Palembang itu hanya bimbingan skripsi,” tuturnga.
Usai mendengarkan keterangan terdakwa, Hakim selanjutnya menunda sidang hingga Kamis pekan depan (18/1) dengan agenda tuntuan.
Ditemui usai persidangan, terdakwa AH sempat menjelaskan kepada wartawan bahwa dirinya tidak bisa menjawab pertanyaan hakim bukan karena tidak tahu, tetapi karena gugup.
Diketahui, kasus dugaan ijazah palsu oknum anggota DPRD OKI dari Fraksi Gerindra tersebut berawal dari laporan pelapor atas nama, Fadrianto dengan nomor laporan LPB/986/XII/2015/SPKT pada tanggal 15 Desember 2015.
Dimana saat registrasi pencalonan, oknum anggota DPRD OKI itu diduga menggunakan ijazah palsu yang dikeluarkan Universitas Azzahra Jakarta. Ijazah oknum tersebut dengan Nomor Induk Mahasiswa (NIM) 03060177 diketahui milik seseorang bernama Fadloli.
Selanjutnya, keluar surat perintah penyidikan pada 29 Februari 2016 dengan nomor SP.Sidik/122/II/2016/Ditreskrimum. Lalu, keluar surat panggilan tersangka dengan nomor SP.Gil/412/II/2017/Ditreskrimum pada 28 Februari 2017 hingga berkas dinyatakan lengkap (P21) dan dilimpahkan ke kejaksaan dan pengadilan dengan status sebagai tahanan kota.
AH ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penggunaan ijazah akademik yang tidak sesuai persyaratan pendidikan. Sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHPidana dan atau pasal 266 ayat (1) dan (2) KUHPidana dan pasal 68 ayat (2) Undang-undang No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.(abu)